Wisnu
[Author’s pov]
Wisnu berjalan dengan pelan ke arah ruang tamu, dan benar saja, terlihat mamanya yang sudah duduk manis menunggu kehadirannya.
“Ada apa?” tanya Wisnu tanpa basa basi.
Mamanya menatap Wisnu, “Suruh siapa kamu bisa melakukan kesalahan?”
Sepertinya Wisnu paham apa yang mamanya bicarakan, pasti perihal tugas kuliahnya yang bermasalah.
“Kamu ga inget pesan mama? jangan sampai semester ini kamu melakukan kesalahan. Tapi apa buktinya?”
Entah darimana mamanya ini tau, yang pasti Wisnu merasa selalu dimata matai oleh mamanya sendiri.
“Daridulu kamu bisanya cuma janji tapi ga ditepatin, dan akhirnya mama yang harus turun tangan.” Suara mamanya meninggi.
“Untung aja dosen kamu masih bisa diajak ngobrol, nilai kamu masih bisa aman.”
“Wisnu ga pernah nyuruh mama buat turun tangan.” Akhirnya, sang anak mulai bersuara.
“Itu semua mama yang mau, bukan paksaan dari Wisnu, kenapa sekarang mama malah nyalahin Wisnu?”
“WISNU!”
“Mama pernah nanya ke Wisnu ga kenapa Wisnu ngelakuin kesalahan? Mama pernah nanya Wisnu ga kalau Wisnu itu capek? Mama pernah nanya Wisnu ga apa yang Wisnu mau? GA PERNAH!”
Wajah Wisnu terlihat memerah, emosi, rasa kesal, marah bercampur menjadi satu. Ia yang selama ini memendam, akhirnya bisa meluapkan semuanya.
“Sekali aja mama ngertiin Wisnu, pernah ga? ga pernah kan? kenapa? karena mama cuma mikirin keinginan mama sendiri. Mama cuma anggep Wisnu ini robot yang bisa mama manfaatin sesuka hati, mama lupa kalau Wisnu, anak tunggal mama ini, cuma manusia biasa.”
“Kenapa Wisnu ga boleh ngelakuin kesalahan? Kenapa? bahkan kesalahan yang wisnu lakuin ga pernah merugikan orang lain, semuanya cuma berkutat dengan kesalahan dimana nilai Wisnu turun. Dan di mata mama, kesalahan Wisnu itu sangat besar.”
Mamanya terdiam menatap sang anak yang sedang mengeluarkan emosinya, sedangkan sang anak tanpa sadar sudah mengeluarkan air matanya.
“Wisnu....Wisnu ga pernah minta hal yang aneh aneh ma, Wisnu cuma pengen ngerasain kayak manusia biasa. Kalau Wisnu salah, yaudah, jangan menutupi kesalahan Wisnu, biarkan Wisnu belajar dewasa dari kesalahan yang Wisnu buat. Wisnu juga bukan mesin yang harus terus kerja ma, Wisnu juga butuh rehat, Wisnu juga butuh istirahat buat bisa kerja lagi. Tapi mama ga pernah mau ngertiin itu semua. Wisnu capek ma, Wisnu capek nahan ini semua dari dulu.”
Wisnu, si anak lelaki yang biasanya terlihat kuat itu sekarang berada di kondisi yang berkebalikan. Wisnu, yang selalu memendam itu semua, akhirnya bisa mengeluarkan seluruh emosi yang ia tahan selama ini. Wisnu, terima kasih karena sudah berani meluapkan segalanya. Terima kasih, karena sudah menjadi manusia kuat.
Teman temannya di rumah, mendengarkan dalam hening dari dapur sana. Mereka merasakan, keputusasaan Wisnu dari tangisannya. Dan mereka sadar, Wisnu dengan segala sikap dinginnya itu, menyimpan segudang rasa sakit.
No one notices when the strong one is tired of being strong — unknown