T E R U N G K A P
Allysa segera memarkirkan motornya di halaman kostan Karina. Sebelum ia membuka helmnya, ia sempatkan untuk melihat ponselnya, siapa tahu Karina membalas pesannya. Namun nihil, tidak ada satupun pesan yang Karina balas. Membuat Allysa berdecak, “Kemana sih tuh anak tumbenan banget.”
Allysa turun dari motornya dan melepas helm yang ia pakai, menyimpannya di salah satu stang motor. Mengambil kantong plastik yang berisi makanan dari mulai yang ringan hingga yang berat, titipan Lucas. Allysa berjalan masuk ke dalam kostan Karina.
Sesampainya di depan pintu kamar Karina, ia pun mengetuknya, “Ayinnnn buka dong ini gue.”
Tidak ada jawaban.
“Ayinnnnn!”
Masih belum ada jawaban yang mulai membuat Allysa panik, ia takut sahabatnya itu pingsan di dalam.
“Ayin kalau ga lo buka gue yang dobrak ya?”
Saat Allysa sudah bersiap akan mendobraknya, tiba tiba suara kunci dari dalam terdengar, perlahan namun pasti, pintu itu terbuka menampilkan Karina dengan tampilannya yang....berantakan.
“ASTAGFIRULLOH AYIN!”
—————————————————
Allysa terus mengusap punggung sahabatnya ini, Karina sedang dipeluk olehnya karena sedari tadi ia menangis. Allysa sudah tau semuanya.
Allysa sudah tau bahwa Karina dijadikan bahan taruhan oleh sang pacar beserta teman temannya.
Dan yang paling membuat Allysa murka adalah sepupunya sebagai si dalang dari taruhan ini.
Karina memperlihatkan notif chat yang masuk kepada Allysa. Maka dari itu dia tahu bahwa ternyata Mark lah yang memberi usulan.
Sejak kemarin malam, Karina benar benar tidak ingin membuka ponselnya, bahkan pesan dari bundanya pun tidak ia buka. Yang ia lakukan hanya menangis sampai ia jatuh tertidur, lalu kembali bangun, dan kembali menangis.
Setelah tangisannya mereda, ia melepaskan diri dari pelukan Allysa, mengusap matanya yang basah dan juga sembab.
“Lys.....emang gue seburuk itu sampe dijadiin bahan taruhan?” “Emang salah gue apa Lys sama mereka?” “Gue udah coba buka hati taunya kayak gini?”
Allysa hanya menatap sahabatnya itu iba.
“Maafin gue ya, Yin?” “Harusnya waktu lo di deketin Lucas, gue ga maksa lo buat coba buka hati. Kalau waktu itu gue ga maksa, lo ga akan ngerasain sakit hati kayak gini.”
Karina menggelengkan kepalanya kuat.
“Bukan Lys, bukan salah lo. Itu juga gue yang mau. Gue juga udah sayang banget sama Lucas. Tapi ternyata kenyataannya kayak gini.”
“Jadi sekarang lo maunya gimana Yin?”
Karina menundukkan kepalanya lalu menggeleng lemah.
“Gue juga ga tau? Gue masih belum siap buat ketemu Lucas sama temen temennya.”
“Bales chatnya aja dulu?”
“Gue juga ga tau harus bales apa. Kayak gue masih mencoba nerima ini semua.”
“Menurut gue, lo bales, lo ungkapin tuh apa yang ada di hati lo. Kalau perlu lo caci maki aja mereka. Gedeg gue. Bisa bisanya mereka mainin sahabat gue.”
Karina tersenyum tipis mendengar omelan sahabatnya itu, “Iya nanti gue marahin mereka.”
“Nah gitu, karena marahin orang itu butuh tenaga, mana ini ada empat orang kan. Lo harus makan dulu, yuk makan.”
Karina mengangguk, setidaknya perasaannya sedikit lebih baik karena Allysa.
“Eh tapi Yin...”
“Kenapa?”
“Ini semua makanannya dari Lucas....”
“Yang belinya siapa? Lucas?”
“Bukan, yang beli gue, Lucas cuma ngasih duitnya doang.”
“Yaudah gue anggap dari lo aja. Nanti duitnya biar gue ganti. Yuk makan gue laper.”