T E R U L A N G

image

Karina yang sedang asik bermain ponselnya di kamar, tiba tiba saja terkejut dengan suara gerbang dibuka. Dengan segera ia berjalan ke arah jendela kamarnya dan melihat bahwa mobil ayahnya datang.

Perasaannya tidak karuan, melihat ayahnya datang membuatnya cemas dan takut. Karina segera keluar dari kamar dan melihat bundanya yang juga keluar dari kamar dengan wajahnya cemas.

“Karin, masuk ya nak. Biar bunda yang keluar bukain pintu.”

Karina menggelengkan kepalanya, “Karin mau nemenin bunda.”

“Jangan, udah masuk aja, ayah ga akan apa apain bunda.”

Karina hampir saja menumpahkan air matanya namun ia tahan, “Engga pokoknya engga. Karin mau ikut bunda.”

Bunda hanya bisa menghela nafas, “Yaudah dibelakang bunda ya jangan jauh jauh.”

Karina mengangguk dan mengikuti bundanya untuk turun ke bawah dan membukakan pintu.

Suara ketukan pintu terdengar, dan setelahnya bunda membuka pintu. “Pulang mas?” Tanya bunda. Ayah Karina hanya mengangguk dan berlalu di hadapan bunda dan juga Karina.

“Mau makan mas? Biar aku angetin dulu.”

“Terserah.”

Karina hanya melirik prihatin ke arah bundanya. Bundanya hanya tersenyum dan mengangguk sekilas menenangkan Karina.

“Mau mandi pake air anget ga mas? Biar aku siapin dulu.”

Ayah Karina yang tadinya sedang berjalan itu berhenti, dan berbalik. Karina langsung berdiri di belakang bundanya.

“Bisa ga sih ga nanya nanya terus? Bawel banget jadi orang.”

Bunda hanya tersenyum sedangkan Karina menunduk ketakutan.

“Emang dengan kamu perhatian sama saya bikin saya luluh? Engga! Yang ada saya kesel dengernya.”

Karina ingin sekali membantu sang bunda namun belum apa apa tangannya sudah bergetar.

“Iya mas maaf ya? Aku ga akan gitu lagi.”

“Halah dari dulu minta maaf tapi tetep aja diulangin. Dasar ga tau malu.”

Karina yang sudah tidak tahan segera berdiri di depan bundanya, dengan tangan bergetar dan air mata yang sudah mengalir itu Karina memberanikan diri, “Ayah! Tau ga ucapan ayah itu keterlaluan? Emang salah kalau bunda perhatiin ayah? Bukannya itu udah kewajiban bunda sebagai istri? Dan kenapa ayah ga pernah bisa menghargai bunda sedikit pun? Emang apa sa—“

Plak!

Belum juga Karina selesai mengutarakan ucapannya, ayahnya sudah melayangkan sebuah tamparan ke arah Karina.

“Mas!” Bunda segera merengkuh Karina kedalam pelukannya.

“Mas boleh nampar aku tapi jangan nampar Karin. Dia ga salah mas!”

“Ini gara gara kamu yang ga becus ngurus anak. Liat sendiri gimana hasilnya? Dia jadi anak yang ga sopan sama orang tuanya.” Setelah mengucapkan itu semua Ayah Karina segera pergi .

“Sayang? Sini bunda liat?”

Karina menduduk memegangi pipinya yang terasa panas itu. “Ka...rin ga apa apa bun.”

“Kamu ke kostan aja ya? Bunda ga tau ayah sampai kapan disini.”

“Bun...da gimana?”

“Ga apa apa, bunda bisa ngatasinnya. Yang penting kamu harus keluar dulu. Liat tangan kamu bergetar gini. Yuk bunda anter.”

“Gausah bun, Karina sendiri aja.”

“Udah malem Rin masa sendiri.”

“Kalau bunda pergi ayah bakalan tambah parah. Ga apa apa Karin bisa sendiri ya.”

Akhirnya dengan bujukan Karina, bunda setuju. Karina merapikan barang barang yang akan ia bawa. Untung saja waktu masih menunjukkan pukul 7 malam. Setelah berpamitan Karina segera keluar rumah. Dengan mata yang memerah dan tamparan pipi yang masih membekas.

Setelah menutup gerbang, tiba tiba ada yang memanggilnya.

“Karin?”

Karin menoleh ke arah sumber suara, entah bagaimana tapi Karin menangis di depan orang tersebut.