SPECIAL PART

“Kerjanya apa?”

“Saya penyiar radio, Tante.”

Semuanya, langsung memandang beda Alisha.

“Oh … kirain dokter kayak Gata.” ucap salah satu diantaranya. Alisha hanya tersenyum. Sudah biasa.

Alisha menikah dengan Gata. Alisha yang bekerja sebagai penyiar radio dan Gata yang bekerja sebagai seorang dokter. Keluarga Gata, adalah keluarga cukup terpandang. Bagaimana tidak, orang tuanya memiliki sebuah rumah sakit, dimana Ayah Gata menjadi direktur utama dan dokter senior di sana. Ibunya, seorang hakim di salah satu pengadilan negeri. Kakaknya Gata dan Gata sendiri seorang dokter, dan adiknya Gata sedang kuliah di Politeknik Keuangan Negara STAN.

Begitupun dengan kakak iparnya Gata, yang juga bekerja sebagai dokter kandungan di rumah sakit milik keluarga Gata.

Alisha, hanyalah seorang debu.

Tak jarang ia dipandang sebelah mata oleh keluarganya. Seperti hari ini, ia bertemu dengan kolega dari ibu mertuanya, sudah biasa juga ia dilihat seperti itu.

Awal sebelum ia memutuskan untuk menerima lamaran Gata, ia ingin menghentikan ini semua. Persetan dengan rasa cinta, status sosial miliknya dan Gata berbeda. Kastanya, berbeda.

Namun, dengan rayuan Gata, dengan segala bujukannya, membuatnya luluh juga. Dan yang terpenting, karena orang tuanya senang melihat dirinya akan menikah dengan Gata.

“Yang nikah itu aku sama kamu, Al. Yang ngejalanin itu kita berdua, jadi kamu ga usah dengerin orang lain mau ngomong apapun. Apapun kerjaan kamu, aku dukung selagi itu emang baik. Terus kamu fokus sama kita berdua aja ya, sayang?” —gata

“Duh mama tuh seneng banget tau Al sama Gata. Udah ganteng, pinter dan … kaya lagi. Kapan lagi coba kamu dapetin cowo sepaket lengkap itu.” —mama Alisha

Alisha, merasa tidak ada yang mengerti akan perasaannya.


“Mas.” Gata yang baru saja sampai ke rumah dan membuka jasnya, Alisha dengan sigap membawa jasnya itu ke tangannya.

“Mau makan sekarang?”

Gata melonggarkan dasi yang ia kenakan dan duduk di atas sofa.

“Nanti aja deh, aku mandi dulu.” Alisha mengangguk patuh. Ia memilih untuk pergi menyimpan jas milik suaminya itu ke tempat cucian, dan beralih untuk membuat teh hangat.

“Kamu … ga ada niatan buat ganti tempat kerja?” tanya Gata sesampainya Alisha di hadapannya.

“Maksudnya?”

“Mama ada kenalan gitu kuasa hukum, kamu kan lulusan hukum. Siapa tau mau pindah kesana. Katanya kuasa hukum itu bagus kok, udah banyak nanganin kasus dan selalu berhasil.”

Alisha duduk di sofa yang berbeda dengan Gata.

“Hm mas, kan mas tau, Alisha suka kerja jadi penyiar radio, walaupun emang Alisha lulusan hukum. Tapi ya Alisha cuma pengen ngikutin passionnya Alisha aja.”

“Ya udah terserah, padahal mama udah berbaik hati buat kasih kamu kerjaan yang lebih layak.”

Alisha meremas nampan yang ia pegang.

“Mas … kan kata mas, mas bakal dukung apapun kerjaannya Al, selagi itu baik. Jadi penyiar radio, kan ga ada yang salah.”

*“Emang ga salah, tapi dengan background kamu, ya kamu bisa dapet yang lebih baik. Mama juga bilang—”

“Mas, katanya kita harus fokus sama kita sendiri tanpa harus dengerin orang lain. Mas masih inget kan?”

Gata berdiri dari posisinya, “Maksud kamu aku ga boleh dengerin perkataan mama aku sendiri?”

Alisha yang dituduh seperti itu pun merasa tidak terima, ia ikut berdiri mensejajarkan posisinya dengan Gata.

“Engga mas, bukan gitu maksudnya.”

“Ya terus tadi apa?! kamu bilang tanpa harus dengerin orang lain itu berarti aku ga boleh dengerin apa kata mama aku iya?!”

Alisha hendak memegang tangan Gata namun ia tepis.

“Mas …”

“Kamu tuh padahal ada orang yang mau bantu malah disia siain, dan yang mau bantu ga tanggung tanggung, mama mertua sendiri.”

Itu karena di depan kamu mas, kalau di belakang kamu, beda ceritanya.

“Mas Gata, Mas Gata tau ga apa yang mama sering ucapkan di depan teman temannya tentang aku?”

“Apa?”

“Mama ngehina aku habis habisan mas, hanya karena aku ga sesuai sama kriteria mama. Mama bilang aku nikahin kamu karena cuma mau uangnya aja, mama bilang—”

Plak!

“Jangan sekali kali kamu ngefitnah mama aku.”

Alisha yang masih terkejut itu hanya bisa memegang pipinya yang terasa panas. Tamparan dari Gata, untuk pertama kalinya, begitu terasa.

Gata mendorong sedikit bahu Alisha hingga ia terduduk kembali di sofanya dan Gata pergi berlalu dari hadapannya.

Alisha, terisak sendirian di sana.


Bel pintu berbunyi, Alisha yang masih berada di kamar tamu (karena ia memutuskan untuk menghindari Gata) bangkit dengan perlahan.

Matanya bengkak karena menangis semalaman. Jejak tamparan Gata masih membekas. Suasana hatinya kacau.

Tadinya ia tidak ingin membuka pintu itu, tidak ingin menerima tamu siapapun, namun bel yang terus menerus membuatnya mau tidak mau membukanya. Semoga saja hanya tukang paket atau apapun itu, bukan keluarganya atau keluarga Gata.

Alisha membuka pintu, dan.

“SUR …. ANJIR ADEK LO KENAPA?!”

Josha yang datang.


“Lo kenapa ga pernah bilang sih dek? kenapa gue baru tau kalau selama ini lo diperlakuin kayak gitu sama keluarganya? DAN SI GATA ANJING!”

Alisha hanya tertunduk sambil menangis.

“Sumpah gue kira lo ga pernah cerita karena semuanya baik baik aja. Gue ga pernah expect kalau ternyata … lo … adik gue … kesusahan.”

Alisha semakin menangis.

Josha duduk di sebelah Alisha, menenangkan adiknya yang menangis.

“Dek, cerai.”

Alisha mengangkat kepalanya dan menolak dengan keras.

“ENGGA KAK!”

“Lo masih mau direndahin gini? Lo punya harga diri Al. Apa yang lo dapetin dari mempertahankan pernikahan ini, apa? gue tanya.”

Alisha menjawabnya dengan tangisan.

Pasalnya, ia juga tidak tahu apa yang akan dijaminkan untuk mempertahankan pernikahannya. Sudah cukup 2 tahun ia merasakan ini semua, sudah cukup ia menderita sendirian. Karena terkadang, tidak selamanya perpisahan itu buruk, ada kalanya, ia harus bertemu dulu dengan perpisahan itu sebelum mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya.


Palu diketuk tiga kali, maka berakhirlah hubungan antara Gata dan Alisha sebagai sepasang suami istri.

Tidak pernah Alisha menyangka bahwa pernikahannya akan berakhir seperti ini, bahwa ia sudah menjadi janda di umurnya yang baru 24 tahun itu. Semuanya terasa mimpi.

Alisha bangkit begitupun Gata.

“Al.” panggil Gata.

“Mau ngapain lagi kamu? udah ga ada lagi yang harus diobrolin. Jangan panggil lagi anak saya. Jangan. muncul. lagi. di. hadapan. anak. saya!”

Ayah Alisha menarik tangan Alisha dan membawanya keluar ruangan sidang, diikuti oleh Josha.

“Nak Gata.” Panggil Mama Alisha.

“Mama … Gata minta maaf.”

“Iya. Maafin mama juga ya.”

Lalu Mama Alisha pergi meninggalkan Gata yang masih setia menyesali semuanya.