Seblak dan Peralatan Sekolah

Setelah meredakan emosi karena seorang Abimanyu Tarangga, akhirnya keenam remaja tanggung itu sudah duduk manis di warung Bu Ida sambil menunggu seblak pesanan mereka datang.

Kalau Abim sukanya seblak kerupuk telor pake pedes yang pedesssss banget minumnya nutrisari jeruk. Abim tim yang kalau makan seblak ga mau terlalu banyak topping.

Kalau Indra kebalikannya, seneng banget sama seblak yang penuh. Yang di satu mangkuk isinya segala macam bentuk, ADA! Jadi jangan heran, kalau Indra pesennya pasti seblak super duper triple komplit. Paling mahal bayarnya.

Nah Adit, dari pertama kali beli seblak sampai sekarang, ga pernah ganti pesanannya, seblak ceker cuanki kuahnya dikit sambelnya 4 sendok. Kalau kata Yudhis, “lama lama tai lu bentuknya kayak ceker.” Gitu ….

Kalau Yudhis, tiap menu dicobain satu satu. Misal hari ini belinya seblak telor seafood, besok seblak telor tulang, besoknya lagi berubah. Pokoknya ga konsisten orangnya.

Ettan, beli seblak tapi no micin. No micin micin club. Di antara semua, Ettan ini yang paling suka sama seblak. Cita citanya nyobain setiap warung seblak di Bandung.

Nah, Rakyan, kebalikan dari kelima temannya, kalau pesan seblak pasti, “bu jangan pake pedes sama sekali.” Iya, Rakyan paling ga bisa makan pedes soalnya perutnya sensitif. Makan pedes sedikit, sakit perutnya berhari hari. Atau tenggorokannya sakit, sering diledekin, katanya “alas makan bayi.” :(

sekitar 15 menit menunggu akhirnya pesanan mereka datang, asap mengepul datang dari tiap mangkuk yang disajikan. Wajah wajah senang nan lapar itu terlihat seakan sudah tak kuasa menahannya.

“Abis ini mau kemana?” tanya Ettan sambil meniup satu sendok full seblak, berniat mendinginkannya.

“NGEHE! INI SEBLAK BELUM MASUK MULUT AING YA MANEH GA USAH NANYA GITU DULU!” emosi, siapa lagi kalau bukan Adit.

“Riweuh maneh (repot kamu) Adit.” jawab Rakyan.

“Beli peralatan sekolah aja, besok kan udah mulai tuh … mau tisu Bim … sip nuhun. Besok tuh kan udah mulai sekolah, mulai belajar.” sahut Indra sambil menyimpan tulang tulang ayam yang sudah tak bersisa di atas tisu.

Habis sudah tak sampai 10 menit mangkuk berisi seblak itu sudah kosong melompong. Keenamnya masih duduk sambil menghabiskan minuman atau sekedar mencari cari sisa kuah yang ada di mangkuk.

“Let’s go lah bisi (takut) keburu sore.” ajak Rakyan yang segera berdiri dari tempat duduknya diikuti yang lain.

Warung Bu Ida masih ada di komplek yang sama dengan rumah mereka, hanya saja beda satu blok. Maka dari itu, keenamnya tetap memakain motor dengan alasan panas berjalan kaki, memang lebay.

Tidak lanjut ke rumah masing-masing, keenamnya segera melaju ke toko buku membeli peralatan sekolah. Indra dibonceng Adit, Rakyan dibonceng Ettan, dan Abim dibonceng Yudhis. Seperti biasa, di hari weekend kota Bandung sudah pasti dipenuhi berbagai macam kendaraan. Rasanya, macet sudah menjadi hal biasa.

“MONYETTTTTT MACET!” nah kan keluar lagi kata kata mutiaranya Nanda Yudhistira. Abim di belakangnya udah ga mau berkomentar lagi soalnya dia juga lagi kepanasan, salah pakai baju, sweater hitam dan celana training hitam membuatnya berasa sedang simulasi tinggal di neraka ….

“Maju ke situ Yan!” suruh Ettan sambil menunjuk ke arah depan.

“MAJU KEMANA SIH?! U GAK MELONG (lihat) ITU SEMPIT? WHERE IS YOUR PANON (mata)?” Ettan diem aja akhirnya soalnya udah digas sama Rakyan.

Nah sisi Adit dan Indra …. Adit udah menghela nafas daritadi soalnya Indra lagi ceritain kalau di rumahnya tiba tiba dateng tikus. Sebenernya ceritanya biasa aja kalau yang ceritanya bukan Indra. TAPI INI INDRA, manusia yang dipenuhi dengan permitosan duniawi. Kalau udah selesai cerita, nanti diakhirnya ada kata-kata kayak gini, “kata kamu kalau tiba-tiba dateng tikus itu tandanya apa, Dit?”

Kaaaaaaan.

Yaudah Adit jawab aja, “tandanya rumah maneh kotor, Ndra.” Diem deh Indra abis digituin.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan 45 menit mereka sampai di toko buku. Sebetulnya jaraknya ga sejauh itu, ya karena macet, alhasil waktu perjalanan bisa 2 kali lipatnya. Motor sudah diparkirkan dengan sempurna, keenamnya segera masuk ke dalam toko buku.

WALAH SEGER BANGET!

Abis panas panasan di luar, pas masuk kena ac tuh rasanya kayak ada seger segernya. Apalagi Abim, udah ngerasa di surga sekarang dia.

Mereka berenam sibuk melihat lihat, mencoba, melihat harga, lalu menyimpan kembali setiap barang yang ada di toko. Lama mereka memilih ujung ujungnya hanya membeli satu buah pulpen, yha.

Bercanda.

Mereka beli peralatan lainnya juga, tapi lebih banyak untuk alat tulisnya.

Setelah merasa sudah terpenuhi segala kebutuhannya masing-masing dari mereka membayar. Abim menjadi yang paling terakhir mengantri. Belanjaannya cukup banyak, entah apa saja yang ia beli, yang pasti di antara semua hanya dirinya yang membawa keranjang.

“Totalnya 167.500.” Sahut penjaga kasir toko tersebut.

Abim bukannya membayar, ia menatap kasir tersebut dengan pandangan yang …… tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

“Teh.” panggilnya.

“Boleh ngutang dulu? saya ambil dulu uangnya, ini sisa sepuluh ribu doang abis beli seblak tadi hehehe.”

ABIMANYU!