Sampai Jumpa Kembali, Teo Bagaskara

[Author’s pov]

Teo keluar dari kamar sambil menggeret kopernya dan juga tas besar satunya. Barang barangnya sudah ia masukkan ke dalam dus dan disimpan di ruang tamu.

Teman temannya duduk menunggu di sofa.

Kembali, mereka akan bertemu kembali dengan yang namanya perpisahan. Satu persatu sudah harus meninggalkan rumah ini untuk memulai awal kehidupan yang baru. Sebulan lebih jarak dari Wisnu yang meninggalkan rumah, sekarang giliran Teo.

Teo berjalan ke arah sofa dan ikut bergabung duduk bersama yang lain. Ia memilih duduk di sofa yang besar, berada diantara Kaivan dan juga Arjuna.

“Makasih ya? makasih udah mau nerima gue masuk ke dalam kehidupan kalian. Walau terhitung baru dua tahun gue kenal Yasa, Hendry, Arjuna, dan juga Laksa, tapi gue ngerasa kita udah ada ikatan yang kuat. Berlebihan ya? haha tapi jujur, itu yang gue rasain.”

Teo menatap terlebih dahulu teman temannya yang memilih menundukkan kepala mereka. Dalam hati mereka berbisik, sepertinya mulai sekarang mereka sudah harus terbiasa dengan yang namanya perpisahan. Walaupun rasanya berat.

Teo menepuk paha Kaivan yang berada di sebelahnya, Kaivan terlonjak karena tepukan itu, “kaget, Yo.” Teo menjawab dengan senyuman ciri khasnya.

“Terutama buat lo, Kav. Makasih udah mau jadi temen seperjuangan gue dari mulai maba, nge-kost bareng dari awal sampe sekarang, sekelas juga. Kadang gue suka mikir, lo bosen ga ya ketemu gue terus?”

Kaivan menggeleng dengan cepat.

“Kadang gue ngerasa jadi kekanak-kanakan di depan lo. Gue ngerasa sikap gue masih jauh dari kata dewasa, padahal gue disini juga jadi yang paling tua. Gue ngerasa belum bisa jadi contoh buat adik adik gue disini. Hendry, Arjuna, Laksana, lo adik gue. Bukan adik tiri, beneran adik gue.” Arjuna langsung menghambur memeluk Teo, disusul dengan Hendry dan juga Laksana.

“Pelan pelan, gue kaget haha.” Teo tertawa, namun, air matanya turun.

“Jangan nangis dong, gini ya rasanya pas jadi Wisnu waktu itu. Kalian nangis gue makin pengen nangis, dan makin ga mau pergi dari sini.”

Ketiga adiknya masih tetap memeluk sambil menangis, Kaivan memilih melihat dari samping sambil menahan haru. Yasa yang tadi duduk pun menghampiri Teo, Yasa mulai berbicara dengan suaranya yang mulai parau, “Yasa juga adiknya kak Teo, kan?”


Mobil Om Merry sudah siap di depan gerbang, barang barang Teo sudah dimasukkan ke dalam.

Kaivan, Hendry, Arjuna, Laksana, dan Yasa sudah berbaris panjang di depan gerbang.

“Kita harus ketemu lagi ya?” tanga Teo yang dijawab dengan anggukan serempak dari kelimanya.

“Bagus. Gue pergi ya?”

Yasa maju dan memegang ujung jaket Teo, “ga bisa nanti aja kak? Yasa pengen Kak Teo disini.”

Teo mengelus lengan Yasa, “siapa yang tadi malem udah izinin Kak Teo buat pulang ke rumah?”

“Kan ini juga rumah.” jawab Yasa dengan suara kecil.

Diantara semuanya, Yasa yang belum rela ditinggalkan kakak kakaknya, ia masih ingin mereka semua berkumpul, bercanda gurau di rumah ini, rumah kedua kalau kata Arjuna.

Teo tersenyum mendengar jawaban Yasa, “kita pasti ketemu lagi Yasa, Yasa harus rajin belajar ya. Kita ketemu di kondisi yang lebih baik, janji?”

Yasa mengangguk pelan, tangannya masih memegang ujung jaket Teo. Hendry menarik pelan Yasa, dan mulai menenangkan dikala terdengar suara isakan pelan.

Teo yang melihatnya jadi ragu untuk segera berangkat atau tidak.

“Ga apa apa, Yo, berangkat aja takut macet. Yasa nanti tenang kok, masih ada gue sama yang lain.” ucap Kaivan.

Akhirnya Teo berpamitan dan masuk ke dalam mobil. Ia melambaikan tangannya dan mobil mulai melaju pelan. Teo terus menengok ke arah belakang untuk melihat teman temannya, ralat, saudara saudaranya.

“Kalian deket banget ya?” tanya Om Merry.

Setelah cukup jauh, Teo membalikkan badan dan menghadap ke arah depan, “banget, Om.”

“Pertemanan kalian keren, gue yang liat aja ngerasain gimana deketnya kalian.”

“Kita bukan sekedar teman, Om. Kita lebih dari itu, gue sayang mereka. Ada saudara gue, ada adik adik gue. Sampai kapanpun akan seperti itu.”

Teo Bagaskara, apapun impianmu semoga tercapai ya. Apapun statusmu nanti, tetaplah menjadi pribadi Teo yang rendah hati dan baik kepada siapapun. Sampai jumpa kembali, Teo.