Rumah Yasa
[Author’s pov]
“Cepetan woy keburu siang.” Teriakan Teo dari arah luar, membuat anak anak yang masih di dalam rumah segera keluar.
“Udah semua nih?” Arjuna dan Hendry yang terakhir keluar itu mengangguk. Teo segera mengunci pintu dan berjalan keluar gerbang mengikuti Arjuna dan Hendry. Tak lupa, Teo pun mengunci gerbang rumah. Karena kebetulan, ada motor Teo, motor Hendry, dan juga mobil Laksana yang ditinggalkan.
Teo masuk ke dalam mobil Wisnu, dan sesuai aba aba, kedua mobil tersebut berjalan perlahan meninggalkan pekarangan rumah.
Lagu dari playlist hp Yasa mengalun pelan, versace on the floor dari Bruno Mars.
“Yas, dari Jatinangor ke rumah, berapa jam?” Tanya Laksana yang duduk di belakang.
“Kalau engga macet, bisa 3 jam sih kak.”
“Oh lamaan ke rumah si Juna.” jawab Hendry.
“Eh nanti kalau ada rest area mampir dulu ya, mau beli minum. Gue udah bilang ke rombongan mobil Wisnu.” Semuanya mengangguk mengiyakan ucapan Kaivan.
Gerbang yang menjulang tinggi tepat berada di depan mobil Yasa, cukup sekali klakson, gerbang itu terbuka dan menampakkan halaman yang begitu luasnya. Hendry, Laksana, Kaivan hanya bisa terdiam mematung sambil mengerjapkan matanya.
Berbeda dengan keadaan di mobil Wisnu, Teo sudah heboh karena melihat pandangan di depannya.
“Anjrit ini mah beneran istana.” “Gila gila rumahnya Yasa GEDE BANGET ANJIR. HALAMANNYA AJA SAMA RUMAH GUE GEDEAN HALAMAN YASA” “Pembantunya ada berapa ya?”
“Yo, jangan malu maluin.” ucap Wisnu pelan. Aslinya, Wisnu juga terkaget kaget, rumahnya sendiri memang besar, tapi rumah Yasa, besarnya udah another level.
Salah satu penjaga gerbang menghampiri mobil Yasa, dan Yasa yang berada di dalamnya, segera membuka kaca mobil.
“Tuan Yasa.” sapa si penjaga tersebut sambil tersenyum.
“Mamih sama papih ada?”
“Nyonya sama tuan besar ada di dalam, para nona juga ada, semuanya berkumpul.” Yasa mengangguk, ia pamit kepada si penjaga dan memajukan mobilnya masuk ke pekarangan halaman rumahnya.
Yasa memarkirkan mobilnya di garasi yang tak kalah luasnya, disusul dengan mobil Wisnu di sebelahnya.
“Kita parkir disini, rumahnya kan diatas sama nanti kita jalan aja ya kak.” ucap Yasa.
Semuanya turun dari mobil, mereka mengikuti langkah Yasa ke arah tangga yang besar. Tangga besar itu akan mengantarkan mereka ke rumah Yasa.
Arjuna sejak tadi berdiam diri, sambil bersholawat dalam hati, katanya sholawatin aja dulu kalau ada yang dipengen, siapa tau dikabul kan.
Setelah mereka menaiki tangga, hal yang pertama mereka lihat adalah kolam renang. Biasanya kolam renang ada di bagian belakang, di rumah Yasa berbeda, kolam renangnya terletak di depan rumah.
Yasa memutari kolam renang tersebut menuju pintu utama, dan ketika Yasa akan membuka pintunya, Hendry di belakang nyeletuk.
“Yas...ini sepatunya dibuka? disimpennya dimana ya?”
“Oh my god my baby Yasa!” siapa lagi kalau bukan mamihnya, segera ia memeluk dan menciumi anak bungsu kesayangannya itu.
“Mamih udah...malu diliatin.”
Mamih terkekeh pelan, dan melihat ke arah belakang, ia tersenyum lebar. “Kakak kakaknya Yasa di Jatinangor ya?”
Kaivan, Teo, Wisnu, Hendry, Arjuna, dan juga Laksa langsung tersenyum sambil mengangguk, senang dianggap kakak oleh keluarganya Yasa.
Mamih segera menghampiri mereka dan memeluknya satu persatu.
“Yaampun mamih gatau mau bilang apa lagi, tapi makasih banyak ya udah jagain anak bungsunya mamih, maafin kalau Yasa anaknya nakal.”
“Engga tan, Yasa ga nakal.” ucap Kaivan.
“Mamih aja panggilnya biar sama kayak Yasa ya. ayok sini masuk, kita ke ruang tengah, pada ngumpul disana.”
Benar saja, ruang tengah tampak begitu ramai, ada ditambah para kakaknya Yasa yang sudah memiliki keluarga masing masing, membuat suasana di dalam rumah itu lebih ramai.
“Halo temen temennya Yasa ya? eh apa sih waktu itu mamih bilang, oh kakak kakaknya Yasa ya?” ucap papih sambil tersenyum.
“Nah Kak Isyana, Kak Raissa, Kak Melody, sama Kak Nab, dengerin Yasa dulu. Eh mamih papih juga ya. Jadi ini tuh kakak kakak Yasa selama kuliah di Jatinangor, mereka satu jurusan sama Yasa. Cuma beda angkatan. Yang ini namanya Kak Kaivan, keren banget, Kak Kav ini kemarin nyalonin jadi ketua bem fakultasnya Yasa, terus sekarang jadi Kadiv Kesma di BEM ya kak?”
Kaivan mengangguk sambil tersenyum malu.
“Hebat banget, Yasa bisa belajar banyak kepemimpinan dari Kak Kaivan.” ucap Mamih yang langsung diangguki Yasa.
“Nah kalau yang ini Kak Teo. Waktu itu yang pas Yasa ketemu sama Kak Nab, terus Yasa bilang ada yang titip salam. Nah ini, Kak Teo ini sama kayak Kak Nab selebgram gitu. Terus udah jadi BA skincare, hebat ya mih pih?”
“Oh ini yang namanya Teo. Halo Teo, salam kenal yaa aku Nabila, kakaknya Yasa, kalau kamu butuh apa apa bilang aja, siapa tau bisa dibantu.” ucap Nabila sembari tersenyum.
“Eh iya Kak Nab, ga usah repot repot, makasih banyak hehe.”
“Oke lanjut ya, ini namanya Kak Wisnu. Orangnya emang ga begitu banyak ngomong, tapi pinter. Suka ikut lomba, panutannya Yasa kalau di bidang akademik.”
Wisnu yang disebut seperti itu langsung tersenyum lebar.
“Kak Wisnu pengen kenal sama Kak Melody katanya.”
Arjuna, Laksa, dan juga Hendry yang mendengar itu langsung menahan tawanya. Memang Yasa, polosnya ga hilang hilang...
“Ayo sini kenalan, karena kamu temennya Yasa, jadi adik aku juga berarti yaaa hehe.” sapa Melody yang semakin membuat Wisnu tersenyum lebar sambil mengangguk.
“Ini Kak Arjuna, Yasa gatau mau bilang apa lagi soalnya Kak Arjuna itu keren, hebat, selagi kuliah, dia bisa sambil kerja. Sekarang aja Kak Arjuna jadi wedding singer gitu. Suaranya emang bagus, sama kayak Kak Isyana kayak Kak Raissa. Kalau ini Kak Laksa, udah merintis usaha gitu, punya kedai kopi. Bareng sama temennya. Yasa pernah kesana hehe. Dan ini Kak Hendry. Orang paling baik dan bisa mencairkan suasana yang Yasa kenal, waktu Yasa kesusahan karena closet mampet, Kak Hendry yang nolongin. Terus waktu Yasa pulang dari malam puncak, Kak Hendry yang jemput.”
“Arjuna, mungkin kita bisa kapan kapan duet ya?” Ucap Raissa.
“Eh serius kak?” Arjuna langsung menegakkan tubuhnya, kaget dia.
“Serius dong. Kita rencanain aja yaa.” Arjuna mengangguk patuh atas ajakan Raissa.
“Boleh kali nanti kita main ke kedainya Laksa, ga niat buka di Bogor, Sa?” ucap Isyana.
“Mau kak, tapi nanti kumpulin modalnya. Kita ada rencana jadiin kedai kopinya franchise gitu soalnya hehe.”
“Bagus bagus, pertahankan yaa.” saut Mamih.
“Nak Hendry?”
“Iya om?” Hendry yang awalnya merasa santai jadi langsung tegang karena panggilan Papih.
“Panggil papih aja kayak Yasa. Papih mau bilang makasih ya? Makasih udah bantuin Yasa di setiap segala kesusahannya. Yasa ini anak bungsu, awalnya kita ragu buat ngelepas Yasa hidup sendiri disana. Tapi pas liat kalian, pas denger cerita Yasa yang semangat, papih sama mamih jadi ngerasa lega. Bahkan kakak kakaknya pun ngerasa tenang. Yasa dijaga sama orang orang baik. Kalian semua, Kaivan, Teo, Wisnu, Laksa, Arjuna, Hendry, kalau ada apa apa bilang sama papih atau mamih ya. Jangan sungkan.” Serempak keenam orang itu mengangguk. Mereka cukup terharu karena sambutan hangat dari keluarga Yasa.
Memang benar buah tidak jatuh jauh dari pohonnya.
“Kakak kakak ga usah canggung, anggap aja rumah sendiri ya.” ucap Yasa pada akhirnya.