PART 31
Hisyam duduk berhadapan dengan Josha. Hisyam yang sejak datang tadi, duduk dengan merapatkan kedua kakinya, tak lupa kedua tangan yang ia simpan di atas paha dan badan yang tegak.
“Mau kemana?” tanya Josha.
Hisyam yang terkejut karena langsung ditanya itu bukannya menjawab, ia malah kebingungan sendiri dan malah melirik Alisha yang baru saja datang sambil membawa nampan berisi secangkir teh hangat.
“Kak lo bukan mau ngeospek, biasa aja kali nanyanya.”
Josha tergelak mendengar ucapan adiknya.
“Eh gue kan harus berwibawa di depan Hisyam.” ucap Josha berbisik.
Alisha menyimpan cangkir teh tersebut di hadapan Hisyam bersamaan dengan matanya yang mendelik sebal ke arah Josha.
“Lo mah ga ada wibawa wibawanya sama sekali, yang ada malah bikin anak orang ketakutan.” Alisha bangkit dan duduk di sebelah Josha.
Hisyam yang mendengar perdebatan kedua kakak beradik itu merasa cukup rileks sedikit, ya mungkin dirinya saja yang berlebihan sampai merasa tegang yang teramat sejak tadi pagi.
“Hahahah. Eh Hisyam silahkan diminum dulu santai aja.” tutur Josha pada akhirnya.
Hisyam menurut, ia mengambil cangkir tersebut dan meminumnya pelan.
“Kalian mau kemana emang?”
“Eh … belum tau juga kak, gimana Alisha aja.” jawab Hisyam dengan malu malu (alah biasanya juga malu maluin syam)
“Makan paling.” jawab Alisha.
Josha menganggukan kepalanya. Cukup lama keadaan hening, akhirnya Hisyam kembali berbicara.
“Hm … kak, maaf kemarin, udah salah nuduh … maaf.”
Josha hampir saja tersedak oleh ludahnya sendiri, pasalnya ia tidak pernah menyangka, Hisyam akan meminta maaf perkara masalah kemarin. Sebenarnya itu bukan masalah besar, hanya kesalah pahaman kecil.
“Syam duh ga usah minta maaf, ga apa apa santai aja. Wajar kok lo kayak gitu, lo kan ga tau gue yang mana.”
“Yaudah kan kakak udah ketemu ya, Hisyam juga. Gue sama Hisyam berangkat dulu ok takut terlalu siang.”
Pilihan keduanya jatuh ke salah satu restoran di Bandung, Kalpa Tree Dine and Chill.
Sekalian aja karena udah masuk jam makan siang, mereka memutuskan untuk makan siang di sini. Rencana selanjutnya kemana, gimana nanti.
Pesanan keduanya sudah sampai, menikmati makanan dengan atmosfer yang cukup menenangkan. Sebenarnya tempat yang mereka kunjungi tidak terlalu sepi, apalagi ini jam makan siang.
“Syam, tau ga sih, atasan aku pengen kayak ada program baru gitu.”
Hisyam memotong daging dan memakannya, “Program baru? dalam rangka apa?”
“Katanya biar pendengar tuh ga bosen sama acara yang itu itu aja.”
“Programnya mau kayak gimana?”
Spaghetti carbonara with smoked beef menjadi pilihan Alisha untuk makan siang kali ini.
“Nah itu, belum tau. Kan baru dikasih tau pas meeting lusa kemarin, terus kayak kita semua disuruh cari ide gitu. Aku belum nemu.”
“Ada waktu deadlinenya ga?”
“Ga ada, tapi lebih cepat lebih baik.”
Hisyam mengangguk, “Nanti aku bantu. Kemarin waktu di Surabaya, aku kira ke lapangannya cuma sesekali, sisanya meeting doang kan. Ternyata meetingnya di lapangannya langsung, mana panas banget. Parah Al.”
“Kamu pasti ga pake sunblock.”
“Kelupaan, aku suka ga inget, jadi yaudah. Tapi untung aku bawa topi.”
Alisha meneguk minumannya terlebih dahulu.
“Tapi tetep aja tau, kalau mau ke lapangan gitu jangan lupa dipake. Terus, udah selesai?”
“Belum, kan baru selesai survei aja kemarin, belum perencanaan dan lain sebagainya. Aku kayaknya bakalan sibuk.”
Setelah saling menceritakan keseharian mereka begitupun makanan mereka sudah habis, saatnya menikmati dessert.
Sekarang aja kali ya.
“Hisyam.” panggil Alisha, jangan lupakan degup jantungnya yang berdetak dengan cepat.
“Kenapa, Al?”
Butuh waktu beberapa menit bagi Alisha untuk mulai menceritakan semuanya.
“Aku, mau ceritain semua tentang aku. Termasuk …”
“Termasuk?”
“Laki laki yang aku sebut sebagai mantanku.”
Hisyam menegakkan duduknya, fokusnya hanya akan tertuju kepada perempuan di depannya.
“Aku cuma mau kasih tau semuanya, sejujur jujurnya, keputusan akhirnya ada di kamu semua ya Hisyam.”
Disebutkan seperti itu, Hisyam malah semakin tidak karuan. Maksudnya apa? kenapa? Alisha ada apa?
“Jadi dulu aku …”
“Alisha?”
Belum selesai ucapannya, ada seorang wanita berumur yang memanggilnya. Terpaksa Alisha harus menghentikan ucapannya terlebih dahulu dan mengalihkan perhatiannya.
Alisha terkejut, sangat.
Kakinya mendadak lemas, rasanya ia tidak mampu untuk menyapanya kembali.
“Wah benar ternyata Alisha.”
Hisyam hanya diam. Ia sendiri bingung, siapa ibu ibu ini?
“Eh? Alisha yang waktu itu sama Gata?” tanya ibu satunya yang lain.
“Dulu, sekarang udah engga. Alisha apa kabar?”
“Ba … baik.”
Ibu ibu yang berpakaian cukup mencolok ini melirik ke arah Hisyam.
“Walah, udah ada yang baru aja. Gata aja kalah. Ah lagian Gata emang mau fokus aja dulu sama karirnya dia.” ucapan ibu ibu ini terdengar sinis di telinga.
Alisha menelan ludahnya dengan susah payah.
“Harusnya kamu tuh ya fokus sama karir kamu, sama pendidikan kamu juga. Lanjutin gitu kan sekolahnya. Ya … biar nutupin status kamu … yang janda.”
Alisha merasa tenggorokannya tercekik, dadanya begitu sesak mendengar ucapan itu dari, mantan mertuanya.
“Eh?” ucap Hisyam.
Mantan mertua Alisha alias ibunda dari Gata, menoleh ke arah Hisyam.
“Loh? masnya ga tau? Alisha kan udah pernah nikah, iya emang sama anak saya. Ga tau deh itu anak saya kenapa bisa mau. Tapi udah engga kok ya … takdir. Nah sekarang, Alisha ini janda, di umurnya yang masih muda juga kan … eh oh udah ada Mas tempat duduknya? oke. Alisha saya duluan ya.” Setelah menumpahkan ‘teh’ akhirnya ibu ibu itu pergi beserta rombongannya, meninggalkan Alisha yang tertunduk menahan tangis dan Hisyam yang masih terkejut atas semuanya.
“Syam …” panggilnya pelan.
“Kita pulang aja ya, Al.”