PART 22

“Katanya libur?” tanya Josha yang sedang melihat adiknya keluar dari kamar dengan pakaian rapi.

“Mau liat rumah.” jawabnya sambil mengambil sepatu di rak sepatu.

“Loh? mau gue anter ga? gue lagi wfh.” tawar Josha yang langsung dibalas dengan lambaian tangan oleh Alisha. “Ga usah ga apa apa, gue berangkat ya kak. See u!” Alisha membuka pintu dan segera keluar dari unitnya.


“Morning, princess.” Hisyam sudah bertengger di atas motornya, memberikan helm keduanya pada Alisha. Alisha menerimanya sambil tersenyum dan memasangnya, “Panggilan apa lagi sih, Syam.”

“Panggilan, khusus? ga tau juga haha tiba tiba aja pengen manggil gitu.” Alisha mendengus namun tetap tersenyum juga, ia sudah selesai memasang helmnya, lalu menaiki motor yang terbilang cukup tinggi itu.

“Pegang pundak aku biar ga susah.” Tutur Hisyam yang langsung Alisha lakukan. Berhasil juga dirinya duduk di atas motor itu.

“Udah? pegangan ya.” Alisha mengangguk, ia memegang kedua sisi dari jaket yang dikenakan Hisyam.

“Yang kenceng, Al.” Alisha memegang dengan erat.

Setelah dirasa siap, Hisyam mulai menyalakan motornya, melaju pelan meninggalkan gedung apartemennya. Tanpa mereka sadari, ada Josha yang memperhatikan dari dalam gedung apartement. Niatnya itu ingin mencari sarapan, namun ternyata ia harus melihat sebentar drama di pagi hari. Josha hanya melihat, dengan ekspresi yang sulit ditebak.


Rumahnya sudah rampung, tinggal diisi berbagai furniture. Alisha melihat ke setiap sisi, sedangkan Hisyam memperhatikannya sambil berbincang dengan mandor yang mengawasi proses pembangunan itu.

Hisyam menghampiri Alisha yang masih senantiasa mengambil beberapa foto rumahnya.

“Suka banget, ya?” ucapnya dari arah belakang dan sukses membuat Alisha cukup terkejut.

“Kaget. Heem suka banget. Makin suka kalau udah diisi barang barang.”

“Jadinya kapan mau mulai pindahin barangnya?” Hisyam beralih ke arah depan, bersandar di tembok dan melipat tangannya di depan dada.

“Aku mau beli dulu barang barangnya, banyak yang harus dibeli. Yang di apart kayaknya ga semua dibawa deh.” Hisyam mengangguk paham.

“Soalnya kan kayaknya kakak—”

Ucapannya terhenti ketika Hisyam maju ke arahnya dan merapihkan sedikit rambutnya. Jarak mereka dekat, hingga rasanya Alisha ingin menahan nafasnya barang beberapa detik saja.

“Udah.” Akhirnya Alisha bisa menghembuskan nafasnya sedikit. Namun, rasa terkejutnya tadi membuat ia kehilangan fokus. Ia lupa meneruskan kembali perkataannya tadi.

“Kakak kamu kenapa?”

“OH IYA. Kayaknya apart dipake kakak, makanya ga semua barang dibawa kesini.” Alisha menjawab sambil mengalihkan pandangannya ke segala arah, terlalu malu untuk menatap lelaki di depannya.

“Iya. Nanti belinya bareng aku aja. Udah selesai? yuk kita ke tempat selanjutnya.”


Cuaca hari ini memang tidak bisa ditebak, yang awalnya panas banget sampai rasanya ingin menyalakan ac dengan suhu rendah, tiba tiba beberapa jam kemudian hujan turun.

Ini yang dirasakan oleh Hisyam dan Alisha. Sedang asyiknya berboncengan, saling berbincang walau ujung ujungnya cuma bisa dijawab dengan “Hah?!”, menikmati suasana malam. Tanpa ada aba aba hujan mengguyur.

Hisyam akhirnya menepikan motor, percuma dilanjutkan, hujan semakin besar. Sekarang mereka sedang menunggu hujan reda di sebuah angkringan. Lapar juga ternyata setelah berkeliling tadi.

“Pake jaketnya.” Hisyam memberikan jaket yang ia gunakan ke pangkuan Alisha.

“Ga usah Hisyam ga apa apa, ini kaosnya panjang.”

“Iya tau. Tapi bahannya kaos, terus tipis, kalau kena air kan jadi basah. Paham kan?”

Alisha mengambil jaket itu, ia mulai menggunakannya, “Paham. Makasih ya.”

“Pak, minta air angetnya ada?” tanya Hisyam. Bapak penjual itu mengangguk, “Mau A?”

“Boleh. Dua ya, Pak.” dengan sigap, Bapak penjual menuangkan air yang hangat itu ke dalam dua gelas dan menyimpannya di hadapan Hisyam dan Alisha.

“Minum dulu, biar perutnya anget.” dengan patuh Alisha meminumnya.

“Kamu mau makan apa aja? biar aku ambilin.” Alisha menyebutkan beberapa makanan yang ia inginkan. Hisyam mengambilkannya, tak lupa untuk dirinya sendiri.

Acara makan malam di angkringan itu terasa sederhana, cuaca memang dingin, namun kedua insan itu merasa hangat. Tidak dipungkiri, bahwa Alisha diam diam memikirkan semuanya, memikirkan setiap perilaku Hisyam kepadanya.

Kalau sudah sejauh ini, bodoh namanya jika Alisha menganggap setiap perlakuan Hisyam itu hanya sebatas teman belaka. Bodoh namanya jika Alisha tetap pura pura tidak tahu, bahwa Hisyam menaruh hati padanya. Dan, bodoh namanya jika Alisha menampik semua perasaannya.

Perempuan mana yang tidak luluh hatinya diperlakukan seperti itu?

Hisyam bukan tipe cowok yang agresif menyatakan cintanya. Hisyam bukan tipe yang terang terangan memperlihatkan ketertarikan kepadanya. Hisyam melakukannya secara tenang, tidak terburu buru. Bahkan, ada hal yang Alisha suka dari Hisyam, Hisyam selalu menjaga dan melindunginya hanya dengan perilaku perilaku sederhana. Karena itu membuat perasaan muncul dengan sendirinya.

Acara makan itu udah selesai, beruntunglah bahwa hujan sudah cukup reda.

“Mau sekarang Al? hujannya udah reda, nanti takut keburu malem.”

“Ayo.” Keduanya bangkit setelah membayar pesanan. Berjalan menuju motor yang sedang diparkir.

Mesin motor mulai dinyalakan, namun sebelum Hisyam mulai menjalankan motornya, suara Alisha terdengar dari arah belakang, tepat di bagian telinga Hisyam, yang sukses membuat jantung Hisyam seakan lompat dari raganya.

“Hisyam, mau minta izin, pegangnya boleh meluk ga? agak dingin soalnya hehe.”

HISYAM! JANGAN SENYUM SENYUM SENDIRI!