PART 21
[Hisyam’s pov]
Nunggu sejam itu lumayan lama sebenernya, gue udah main game, dengerin lagu, balik main game lagi, sampai akhirnya gue bosen sendiri. Alhasil gue memilih keluar dari mobil, lumayan cari udara segar. Engga kok, engga cari udara seger doang, ngerokok lah wkwk. Mumpung gue belum ketemu Alisha, ya cukup lah satu batang.
Gue mengeluarkan satu batang rokok dan mulai menyalakannya. Menghirup gulungan tembakau itu dengan dalam dalam dan memgeluarkannya perlahan, asap mengepul keluar dari mulut gue.
Intensitas ngerokok gue ga begitu sering sekarang, Alisha kasih gue makanan yang manis manis dengan jumlah yang banyak. Lo pada kalau liat bakal ngira gue lagi buka warung, saking banyaknya. Tapi ya namanya juga udah kebiasa, kadang gue kangen buat ngerokok lagi. Yang penting ga ketauan Alisha aja.
Rumahnya Alisha udah bener bener selesai, tinggal finishing dikit, diberesin, udah kelar. Rumahnya kecil jadi ga lama pengerjaannya, dan emang kontraktornya keren, bisa kerja sebegitu cepatnya. Gue ga tau Alisha bakal pindah kapan, cuma yang pasti gue bakal selalu siap sedia.
Ponsel gue bergetar, terlihat dari notif, Alisha mengatakan dirinya sudah selesai. Gue segera mematikan rokok yang baru beberapa kali gue hirup, tidak lupa menggunakan parfume demi menghilangkan jejak.
Gue berjalan masuk ke area gedung Gelora, tidak begitu lama, Alisha keluar dari lift, beraama teman temannya. Ia belum menyadari bahwa ada gue yang berdiri dekat pintu masuk. Dirinya masih asyik berbincang dengan teman temannya.
“Syam!” Kami bertemu pandang, ia memanggil sambil melambaikan tangannya. Seperti biasa, senyuman manis yang tak luput dari bibirnya. Gue tersenyum, berjalan ke arahnya.
“Walah dijemput mas pacar toh, tumben.” ejek salah satu temannya. Entah mengapa, gue yang mendengar itu merasa sedikit … malu? tapi ada rasa yang menggelitik, rasa senang.
“Semua aja disebut pacar. Ini temen gue, Hisyam namanya. Syam, kenalin ini temen temen aku.”
Hehehe, temen kok.
“Kenapa ga sekalian beli yang gede?” ucap gue ke arah Alisha yang sedang berjongkok mengambil snack.
“Biar bisa dibawa gitu, kalau yang gede kan ga bisa masuk tas.” jawabnya.
“Yaudah beli yang gede satu sisanya yang kecil kecil.” Alisha berganti posisi menjadi berdiri.
“Iya ya? buat di rumah juga kalau yang gede.”
Gue mengangguk, memperhatikan Alisha yang akhirnya mengambil snack ukuran besar. Setelahnya kami berjalan kembali, ia yang berjalan di samping gue, dan gue yang mendorong trolley belanjaan miliknya.
“Kamu mau apa?”
SEBENTAR.
Ini gue salah denger ga? tadi dia manggil gue pake ‘kamu’ kan ya?
“Syam? kok ga jawab? kamu mau apa?”
Alisha menarik pelan kemeja yang gue pakai, menandakan bahwa gue harus berhenti berjalan.
“Hah?” hanya itu yang keluar dari mulut gue.
“Kan ngelamun.” jawabnya, lalu ia berjalan kembali meninggalkan gue yang masih … mencerna semuanya. Dengan kondisi yang sudah sadar gue menyusulnya.
“Tadi manggil pake kamu?” tanya gue, masih penasaran. Alisha mengangguk dan menjawab dengan gumaman.
“Kenapa?” kembali gue bertanya, udah kayak wartawan aja kan.
“Loh, katanya kamu nyaman kalau panggil aku-kamu. Yaudah, masa aku tetep manggilnya gue-lo? menyesuaikan aja.” Gue tersenyum. Kembali, ada rasa senang dan hangat yang menyelusup ke hati gue. Mungkin, efek udah lama ga di aku-kamu-in kali ya wkwk.
“Jadinya kamu mau apa, Syam?” Alisha mengulang kembali pertanyaannya.
“Ga usah, makanan di studio masih banyak. Kan waktu itu kamu kasih juga, belum habis. Banyak banget kamu kasihnya. Padahal udah aku makanin.”
Alisha mengambil beberapa biscuit dan memasukkannya ke dalam trolley.
“Masa? apa kamunya yang masih terus ngerokok?”
YHA.
“Enggaaaaa Al. Beneran, aku udah jarang.”
“Jarang, berarti masih tetep kan sesekali?” pertanyaan Alisha hanya bisa gue jawab dengan cengiran.
Setelah dirasa puas kami berdua berjalan ke arah kasir. Untung saja kasir dalm keadaan kosong sehingga kita tidak perlu mengantri lebih lama.
“375.430 rupiah totalnya.” Ucap karyawan kasir tersebut, gue mengeluarkan kartu dari dompet dan memberikannya.
“Eh?” Alisha yang berada di samping gue, terkejut. Pembayaran selesai, gue mengambil alih semua belanjaan yang sedang Alisha pegang.
“Ih Hisyam.” rengeknya.
“Kenapa Alisha?” gue menenteng belanjaan dan berjalan menuju pintu keluar.
“Masa tadi kamu bayarin belanjaan aku? sekarang juga kamu yang bawa?”
“Gapapa Al.”
“Tapi tuh ih Syam, ngerepot—”
“Engga ngerepotin. Aku suka. Aku suka ngelakuin ini … buat kamu.”