PART 19

Seperti yang dijanjikan Hisyam, hari ini, tepatnya Hari Sabtu, ia dan Alisha akan pergi ke taman yang waktu itu mereka kunjungi. Untuk sekarang, katanya sih agendanya itu piknik.

Hisyam sudah sampai di depan gedung apartemen Alisha, tak lupa ia memberi tahu bahwa dirinya telah sampai.

Tidak perlu menunggu waktu lama, Alisha keluar dari gedung apartemennya, dengan tangan kiri membawa sebuah keranjang. Hisyam tersenyum melihatnya.

“Hehehe yuk.” ucap Alisha sesampainya di hadapan Hisyam. Hisyam mengambil keranjang yang sedang dipegang Alisha, hingga akhirnya keranjang itu berpindah tangan.

“Yuk. Keburu siang takut panas.” Hisyam berjalan lebih dulu meninggalkan Alisha yang sempat terdiam beberapa detik, sadar bahwa dirinya ditinggal, Alisha berjalan sedikit lebih cepat untuk mengejar Hisyam.

*“Gue aja Syam yang bawa.”

“Ini?” Hisyam mengangkat keranjang itu. Alisha mengangguk mengiyakan.

“Udah, gue aja. Gue ga bawa tas apa apa, ga enak kalau kosong.” Dalihnya.

Alisha akhirnya hanya mengangguk tanpa menyela.

Keduanya berjalan dengan tenang, menikmati semilir angin pagi hari. Keadaan jalan tidak terlalu sepi, karena mungkin hari ini weekend, banyak orang yang menikmati harinya, entah hanya sekedar berjalan pagi atau bersepeda.

“Udah sarapan?” tanya Hisyam.

“Udah, minum susu.”

“Itu bukan sarapan.”

“Apa dong?”

“Numpang lewat doang.”

Alisha terkekeh pelan mendengar ucapan Hisyam. “Kan nanti mau makan, jadi biar ga kenyang.”

“Ini bawa apa aja emang?” kembali Hisyam bertanya.

“Hm banyak, ada makanan berat, ada buah, ada snack, ada minumnya juga, ada cake juga.”

“Banyak banget. Kita mau jualan?”

Spontan Alisha menepok lengan tangan kiri Hisyam yang membuat Hisyam mengaduh.

“Emang bakal habis?” tidak bosan bosannya Hisyam bertanya, Alisha mengangguk antusias.

“Kalau ga habis gimana?”

“Habis.” jawab Alisha.

“Ah masa?” tutur Hisyam.

Kesal ditanya terus akhirnya Alisha menjawab dengan nada yang cukup tinggi, “YAUDAH KALAU GA HABIS, HISYAM AJA YANG HABISIN ATAU HISYAM BAWA AJA PULANG KE STUDIO.”

Alisha berhenti berjalan, begitupun dengan Hisyam di sampingnya. Alisha menoleh kan kepalanya, tiba tiba ia tertawa sambil menepuk tangannya, “Ha ha ha lo maksudnya … iya lo.”

Hisyam hanya memamerkan senyum tipisnya, melihat Alisha yang kini bertingkah aneh di hadapannya.

“Ya pokoknya itu deh tau ah!” Alisha berjalan kembali lebih dulu dengan cepat, meninggalkan Hisyam yang tertawa di belakangnya.

“Al kok cepet banget jalannya? tungguin!”


Taman yang sekarang sedang mereka kunjungi, tidak se-sepi ketika terakhir kali mereka datang. Hari ini banyak orang yang datang untuk mengisi hari liburnya.

Beruntungnya Alisha dan Hisyam mendapat spot untuk mereka piknik. Tikar yang dibawa Alisha sudah dipasang, begitupun keranjang berisi makanan, sudah ia buka dan mengeluarkan isinya.

Keduanya belum menyentuh makanan yang sudah disiapkan, masing masing masih menikmati suasana di taman kala itu.

“Al.” panggil Hisyam, yang dipanggil hanya berdehem pelan sebagai jawaban.

“Kalau gue tiba tiba cerita, aneh ga?” Alisha menoleh, memandangi Hisyam dari arah samping. Sedangkan Hisyam, menatap lurus ke arah sana, wajahnya menampilkan ekspresi yang cukup serius.

“Ada yang mau diceritain?” tanya Alisha.

“Iya. Tapi sekiranya lo nganggep gue aneh … ya gue ga jadi.”

“Loh, aneh gimana?”

“Ya, mungkin lo mikir gue freak, belum begitu lama deket, udah main cerita aja.”

Alisha kembali mengalihkan pandangannya.

“No, it’s okay, gue ga keberatan, Syam. In case lo emang pengen cerita tapi ga ada temen buat cerita, gue bersedia kok.”

Hisyam mengangguk, lama sekali ia terdiam, bingung untuk mulai darimana harusnya ia bercerita. Helaan nafas mulai terdengar, hingga akhirnya mulutnya bergerak.

“Yang acara nikahan waktu itu, itu acara nikahan mantan gue.”

Alisha memilih mendengarkan, ia hanya akan memberi respon ketika Hisyam benar benar selesai bercerita.

“Gue pacaran sama dia dari SMA, sampai akhirnya kita lulus kuliah, terus masing masing udah punya kerjaan. Eh ternyata, gue diputusin gara gara kerjaan gue freelance, ga kantoran. Lucu ya?”

“Seperti yang waktu itu lo denger, ucapan orang tuanya di depan gue. Waktu itu juga kurang lebih kayak gitu, waktu gue dateng ke rumahnya buat ngelamar anaknya. Lamaran gue ditolak Al. Tapi setelah itu gue nyerah? engga. Sama sekali. Karena Hanna, mantan gue itu, ngeyakinin gue kalau dia juga bisa ngebujuk orang tuanya. Ternyata semuanya sia sia. Seminggu kemudian Hanna minta putus. Gue yang masih mau berusaha akhirnya harus dipaksa menyerah.”

“Kalau gue bilang gue sakit hati, lebay ga Al?”

Alisha menggelengkan kepalanya, “Engga Syam. Wajar kok. Lo punya perasaan, kalau lo ngerasa sakit hati, itu wajar.”

Hisyam mengangguk, ia kembali meneruskan ceritanya.

“Sampai akhirnya yaudah, gue nerima aja diputusin kayak gitu. Terus tau tau gue diundang ke nikahannya. Ya bersyukur sih dia udah dapetin apa yang orang tuanya mau. Dan itu pertemuan pertama gue sama dia semenjak putus.”

Sejenak mereka berdua terdiam kembali.

“Kalau boleh tau, alesan dateng ke nikahannya karena apa Syam? eh tapi kalau terlalu privacy ga usah dijawab juga ga apa apa.”

Hisyam terkekeh pelan, ia melipat kaki yang sejak tadi ia selonjorkan itu.

“Dipaksa temen temen. Emang setan semua.”

Alisha tertawa mendengarnya, “Terus? pas ketemu lagi gimana?”

Hisyam mengerutkan keningnya sebentar, mengingat ngingat perasaannya saat bertemu kembali.

“Hm biasa aja? ya gue emang udah kayak ga ada perasaan lagi gitu Al. Walau mungkin gue belum move on ke siapa siapa, tapi ya sejujurnya perasaan gue ke dia udah ga ada. Jadi pas ketemu lagi, ya ketemu layaknya temen aja.”

Alisha mengangguk paham, “Ya siapa tau gitu lo masih stuck di dia sampe sekarang.”

Hisyam tergelak, tawanya keluar hingga membuat Alisha kembali memandanginya dari arah samping.

Alisha berani bersumpah, lelaki di sampingnya ini begitu sempurna, padahal ia hanya melihat setengah dari wajahnya. Sinar matahari yang menerpa wajahnya, ditambah rambut gondrongnya yang terasapu angin, mampu membuat salah satu makhluk ciptaan Tuhan ini begitu indah. Sepanjang sering bertemu dengan Hisyam, sepertinya Alisha belum pernah memperhatikannya sedetail ini.

“Indah.”

Ucapan Alisha yang tanpa sadar itu mampu membuat Hisyam menolehkan kepalanya, menatap Alisha yang juga sedang menatapnya. Tawa Hisyam terhenti, ia memperhatikan perempuan di hadapannya.

Cantik.

Bertaruhlah dengannya, siapapun yang melihat Alisha akan setuju dengan dirinya.

Bahkan dikala wajah Alisha sedang melamun, yang Hisyam pun tidak tahu apa yang sedang Alisha pikirkan, Alisha tetap cantik.

“Al?” Akhirnya Hisyam memanggilnya. Namun, Alisha masih senantia menikmati ketampanan makhluk di depannya itu.

Hisyam memajukan badannya, dan Alisha refleks memundurkan badannya sambil mengerjapkan matanya.

“Kenapa?” tanyanya. Hisyam sendiri kebingungan melihat respon dari Alisha. “Lo ngelamun, tadinya mau gue tepuk, eh keburu sadar.”

Hisyam kembali memposisikan badannya begitupun Alisha.

Sial, bisa bisanya ketauan lagi ngelamun.

“Ngelamunin apa emang?”

“Hehe bukan, bukan apa apa. Eh btw ayo makan! gue laperrrrr.”

Buru buru Alisha mengalihkan topik pembicaraan, malu karena ketahuan melamun. Untung saja Hisyam tidak kembali bertanya.

“Masak sendiri?” tanya Hisyam sambil menyuapkan satu sendok makanan ke dalam mulutnya.

“Heem. enak ga?” Hisyam mengangguk, mulutnya penuh dengan makanan.

“Beneran?” tanya Alisha kembali yang masih tetap dijawab dengan anggukan oleh Hisyam, ”Beneran, cantik.”

Untung saja Alisha sudah selesai menelan makanannya. Kalau belum, bisa bisa ia tersedak medengar ucapan Hisyam tadi.

Selagi mereka menikmati makanannya itu, suara ponsel di saku Hisyam berdering tanda ada telfon masuk.

“Al bentar ya gue ngangkat telfon dulu.”

Hisyam membalikkan badannya dan mulai mengangkat telfonnya.

Ternyata panggilan telfonnya tidak begitu lama, dan sesaat ia akan membalikkan badannya kembali, suara Alisha terdengar.

“BENTAR!”

Hisyam patuh, ia tidak jadi membalikkan badannya.

Lalu tiba tiba…

“Syam … ini hehehe hang tag lo masih ada nyangkut di baju.”

OALAH HISYAM TOLOL —hisyam.