PART 17
Alisha keluar dari kamar dengan terburu buru sambil mengenakan jaketnya. Kakaknya sudah pergi bekerja sejak tadi pagi buta, karena ada hal yang harus diurus, maka Alisha tidak lupa untuk mengunci pintu dan membawa kuncinya setelah ia keluar dari unit apartnya.
Biasanya, jika sedang tidak terburu buru, lift akan cepat sampai. Mengapa sekarang begitu lama?
Alisha sampai menghentak hentakkan kakinya. Dia bereaksi seperti ini hanya karena merasa tidak enak untuk membuat seseorang menunggu lama.
Ting!
Akhirnya lift itu sampai di depannya dan langsung terbuka. Alisha segera masuk dan menekan tombol lantai dasar. Untung saja unit apartnya berada di tengah tengah, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama.
Setelah sampai di lantai dasar, Alisha bejalan secara cepat untuk menemui Hisyam. Dan terlihat, Hisyam yang menggunakan kaos polos dipadukan jaket, dan juga celana training, tidak lupa dengan topi serta, kantong yang cukup besar? yang Alisha tidak tahu isinya apa.
“Hisyam!” panggilnya sambil menepuk pelan pundak Hisyam, yang dipanggil membalikkan badannya. Terlihat Alisha yang tersenyum namun nafasnya cukup terengah.
“Kan, udah gue bilang ga usah lari lari.” ucap Hisyam. Yang ditanya hanya tersenyum lebar.
“Ga apa apa, kenapa?” tanya Alisha secara langsung.
Hisyam menarik pelan lengan Alisha, membawanya masuk kembali ke dalam gedung apartement dan terus berjalan ke arah sofa yang tersedia di sana.
Ia duduk sambil menarik pelan lengan Alisha, agar duduk juga bersamanya.
“Duduk dulu istirahat, tunggu di sini.”
Ketika Hisyam akan beranjak pergi, Alisha menarik jaketnya. “Mau kemana?” tanyanya.
“Beli air mineral, gue ga bawa, tunggu bentar ya.”
Alisha menggeleng, persis seperti anak yang tidak ingin ditinggalkan orang tuanya.
“Ga apa apa, nanti gue bisa minum di atas.”
Hisyam memandang ragu Alisha, “Beneran?”
Alisha menjawab dengan anggukan mantap dan membuat Hisyam kembali duduk di sebelahnya. Alisha menetralkan rasa lelahnya, dan Hisyam dengan setia menunggu.
“Udah.” ucap Alisha.
“Ada apa?” tanyanya.
Hisyam mengambil kantong tadi yang ia simpan di sebelahnya, lalu memberikannya kepada Alisha. Alisha menerimanya dan melihat isinya, makanan.
“Ortu gue abis liburan gitu, terus beli oleh oleh banyak banget Al, heran mereka belinya segimana. Udah dibagi bagi masih aja sisa banyak.” Hisyam sudah menjelaskan terlebih dahulu sebelum Alisha bertanya.
Alisha tersenyum lebar dan terkekeh ringan, ia melihat lihat isi kantong tersebut. Memang benar, banyak sekali yang ia dapatnya, dan ia tidak bisa membayangkan seberapa banyak orang tua Hisyam membeli makanan tersebut?
“Wah makasih banyak ya om sama tante.”
“Bukan gue?” Hisyam protes akan ucapan Alisha.
Alisha mengangkat kepalanya dan tertawa, “Kan yang beli ortu lo bukan lonya.”
“Tapi gue yang anter?”
“Ya tapi ga ngeluarin duit?”
Hisyam berdecak dan membuat Alisha semakin tertawa.
“Iya Hisyam, makasih banyak yaa.”
“Iya Alisha, sama sama.” Lalu keduanya tertawa bersamaan.
“Eh iya tadi mau ngomong apa?” tanya Hisyam. Alisha menghentikan tawanya, ia menggaruk sebentar tengkuk lehernya.
“Itu … mau minta maaf sama yang kemarin.”
Hisyam mengangkat sebelah alisnya, “Yang kemarin?” tanyanya.
Alisha mengangguk perlahan, “Heem, gue … kayaknya kemarin seenaknya sama lo Syam. Gue ngaku ngaku jadi pacar lo, terus … ga sengaja pegang tangan lo gitu aja. SERIUS MAAF. gue, ceroboh.”
Alisha menundukkan kepalanya, terdengar dari nada suaranya, ia memang merasa bersalah. Sebenarnya, Hisyam tidak begitu terganggu akan hal itu, ia memang merasa terkejut. Namun, selebihnya tidak masalah. Maka dari itu, Hisyam tersenyum mendengarnya. Ia menumpu wajahnya dengan tangan kanan yang ia letakkan di pahanya. Memandang lurus ke arah perempuan yang sedak tertunduk sambil memeluk kantong berisi makanan darinya.
“Ga apa apa Alisha, lo ga salah. Gue tau niat lo baik kan? buat bangu gue. Ga apa apa, gue serius. Ga usah minta maaf lagi, ya?”
Alisha mengangguk sambil tetap menunduk.
“Kok masih nunduk?”
Alisha menjawab dengan gelengan.
“Masih ngerasa bersalah, hm?”
Alisha mengangguk kembali.
“Masih, tapi segini.” ucapnya sambil menunjukkan tangannya dan memberikan tanda kecil.
Hisyam terkekeh melihatnya, “Yaudah kalau gitu, biar ga ngerasa bersalah lagi, mau bantu gue ga?”
Alisha mengangkat kepalanya, memandang wajah Hisyam dengan tatapan bingungnya. “Bantu apa?” tanyanya.
Hisyam beranjak dari posisinya, lalu melirik ke arah Alisha, “Gampang kok, temenin gue jalan pagi, mau kan?”