PART 14
“Anak Bunda yang ganteng ini akhirnya datang.” Bunda Alisha memeluk seorang laki laki yang baru sampai di rumahnya.
“Hehe Bunda apa kabar?”
“Baik, baik. Ayo masuk sini.”
Laki laki tersebut masuk ke dalam rumah, didampingi oleh Bunda Alisha yang membawanya terus berjalan ke ruang keluarga.
Terlihat, ada suaminya, yang sedang membuka ponsel dengan membiarkan televisinya hidup.
“Ayah, ini Gata datang.” ucap Bunda.
Ayah Alisha hanya menoleh dan melihat dari balik kacamatanya, setelahnya ia kembali fokus kepada ponselnya kembali. Mengetahui suasana yang canggung itu Gata berdehem kecil, “Gata di ruang tamu aja Bun.”
“Eh ga usah ga usah, kamu bukan tamu. Ayo sini duduk aja.” Bunda menarik tangan Gata dan duduk di salah satu sofa.
“Sebentar ya, Bunda bawain dulu minum.”
Bunda Alisha berlalu menuju arah dapur, meninggalkan Gata dan Ayah Alisha.
“Ngapain lagi kamu kesini?” tanya Ayah.
“Mau ketemu aja Yah, sekalian silaturahmi.”
Ayah Alisha mengalihkan pandangannya menjadi menatap Gata, “Masih punya muka kamu dateng ketemu saya?”
Gata terdiam.
“Apa yang kamu harapkan, tidak akan pernah terjadi kembali, Gata.”
Gata masih terdiam bertepatan dengan Bunda yang membawa nampan berisi sepotong kue dan juga cangkir teh.
“Jangan pernah berani muncul di hadapan kami.”
Bunda menoleh ke arah Ayah, “Ayah, kok gitu sih ngomongnya?”
“Kamu juga, ngapain sih masih berhubungan sama dia?”
“Ya emang kenapa? salah kalau aku masih ngehubungin anakku?”
“Kamu ga pernah ngerti perasaan Alisha.”
“Alisha itu menyia nyiakan orang baik seperti Gata.”
Ayah Alisha bangkit dari posisinya, “Jangan pernah menyalahkan Alisha, dia tidak salah sedikitpun. Kamu, selaku Bundanya lebih membela dia dibanding anakmu sendiri? ga habis pikir.” Ayah Alisha berkata sambil menunjuk ke arah Gata, setelahnya ia pergi.
“Haduh. Ayah tuh masih aja dendam gitu. Maaf ya Gata jadi gini suasananya.”
Gata hanya tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuk lehernya.
Bunda berjalan mengitari meja dan duduk di sofa, “Nih makan dulu kuenya, masih anget soalnya Bunda angetin dulu pas tadi kamu bilang mau kesini.”
Dengan patuh, Gata memakan kue tersebut dan meminum teh yang ada di cangkir, seperti biasa, rasanya selalu enak.
“Maaf ya Gata kalau kata kata Ayah ada yang bikin kamu tersinggung.”
Gata menyimpan cangkir tersebut di atas meja, “Ga apa apa Bunda. Gata paham.”
“Iya nak. Oh iya, Alisha kan ganti nomor ya semenjak itu, ini Bunda kasih nomor barunya.”*
Gata terdiam, ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia tahu disini ia salah, tapi, apa boleh setidaknya ia memiliki sedikit harapan?