Mayra — Jaemin [Still]
POV Mayra
“Galau banget muka lu?” Tanya Haera, temanku.
Mau bilang engga tapi emang keliatan, mau bilang iya tapi lagi males banget buat cerita. Intinya emang suasana hati gue lagi badmood.
“Jaemin lagi? Kenapa tu anak sekarang?”
Gue yang sedari tadi hanya melihat ke arah jendela, menoleh ke arahnya, “Kok lo tau? Maksudnya....kok tau gue galau gara gara Jaemin?”
Haera memasukkan sesendok nasi goreng kedalam mulutnya, “Lah? Dari dulu kan gitu. Kebiasaan lo kalau galau ya pasti tentang Jaemin. Mana mungkin gara gara kuliah, ga ada ya sejarahnya seorang Mayra galau gara gara kuliah atau tugas.”
Gue cuma bisa menghela nafas, ya bener, apa yang diucapkan Haera semuanya tepat.
Akhir akhir ini gue ngerasa hubungan gue sama Jaemin kayak.....udah ga ada ‘warna’ nya lagi. Tapi gue ga ngerasa bosen, serius deh, tapi dari sisi Jaeminnya yang gue ngerasa dia kayak menghindar?
“Cerita aja napa sih lo, daripada dipendem sendirian.”
“Lagi males, Ra.” “Tapi kalau ga diceritain nyesek juga di dada.”
Haera cuma ngangguk ngangguk doang sambil makanin nasi gorengnya. Gue menyeruput jus alpukat sebelum memulai cerita.
“Jadi gini.....
Flashback on
“Jaemin!” Panggil gue pas banget keluar dari gedung dan liat Jaemin yang lagi bersiap di motornya. Jaemin ngeliat ke arah gue tapi ga jawab apa apa. Akhirnya gue memutuskan untuk menghampirinya.
“Anter ke toko buku dulu ya? Sebentar mau beli buku buat tugas hehe.”
“Gabisa May, aku ada urusan. Kamu pulang sendiri aja ya. Aku buru buru.”
Belum juga gue ngejawab, Jaemin udah nyalain mesin motornya dan pergi ninggalin gue yang kebingungan sendiri.
Malemnya, gue coba chat Jaemin tapi ga dibales bales, ceklis dua, bahkan gue liat dia online tapi ga ada balesan sama sekali. Akhirnya gue telfon.
“Halo?” “Halo kenapa May?” “Kok ga bales chatku?” “Lagi sibuk nanyain tugas May. Maaf ya.” “Oh yaudah kalau gitu kirain kenapa.”
Hening.
Jaemin ga ngomong apa apa.
“Jaem? Masih disana?” “Udah dulu ya May aku mau tidur. Capek.” “Ah iya iya. Good night jaem! I love u!” “Hm. Me too.”
Flashback off
......tapi kayak gitunya ga sekali dua kali loh, Ra. Berkali kali. Gue coba buat nahan nahan tapi gue juga penasaran, kenapa sih. Kalau emang gue ada salah ya bilang. Tapi sejauh ini gue ngerasa hubungan gue baik baik aja sama dia. Ga ada angin ga ada hujan tiba tiba dia kayak gitu.”
“Menurut gue sih ya May, mending lo ceritain deh ke dia. Maksudnya lo tanya gitu kenapa. Inget ya suatu hubungan itu bakalan berjalan baik kalau komunikasinya baik. Itu kunci utamanya. Kalau ada unek unek tapi ga disampein, ya mana tau kan yang ada nanti jadi bom waktu. Itu sih saran gue.”
Gue terdiam mendengar saran dari Haera. Kayaknya iya, emang ini harus dibicarakan. Hubungan gue sama Jaemin bukan sebentar, udah 4 tahun lamanya dan ga mungkin gue main main sama hubungan ini.
—————————————————
POV Author
Selesai makan malam dan mengerjakan tugasnya, Mayra mengambil ponselnya dan membuka chatroom-nya bersama Jaemin.
Online
Selalu seperti itu, dan akhir akhir ini pesan yang Mayra kirimkan akan dibalas dalam beberapa jam kemudian. Setiap ditanya, alasannya sibuk dengan tugas. Padahal Mayra tahu, sesibuk sibuknya Jaemin, dia pasti menyempatkan untuk membalas pesannya secepat mungkin. Apalagi ini dari Mayra, pacarnya.
Malam ini malam minggu, yang artinya waktu yang pas buat Mayra membicarakan apa yang ia rasakan kepada Jaemin akhir akhir ini.
Menghela nafas panjang lalu menghembuskannya.
Mayra menelfon Jaemin.
1 kali belum diangkat. 2 kali masih belum diangkat. 3 kali pun belum juga diangkat. 4 kali....
“Halo?” Suara diujung sana terdengar.
“Jaemin? Sibuk ga?” “Engga sih, kenapa May?” “Aku mau ada yang diobrolin hehe.” “Apaan?”
Mayra mencoba menetralkan detak jantungnya. Jujur, rasanya gugup setengah mati.
“May?” “Ah iya sebentar hehe.” “Jadi aku mau nanya....kamu ngerasa ga kalau hubungan kita akhir akhir ini kayak hambar gitu?”
Belum ada jawaban dari ujung sana.
“Maksudnya?” “Iya maksudnya, kayak aku ngerasa kamu....sedikit berubah heheh sedikit kok sedikit.” “Perasaan kamu aja kali. Aku ga berubah kok, May. Masih sama kayak yang dulu.” “Hm iya kayaknya cuma perasaan aku aja.” “Iya jangan mikirin yang aneh aneh ya.” “Iya...tapi Jaem...” “Kenapa?” “Kalau semisal kamu bosen sama aku bilang ya?”
—————————————————
Dua minggu sudah sejak percakapan ‘itu’ antara Mayra dan Jaemin. Dan dua minggu pula Mayra makin merasa bahwa Jaemin benar benar menghindar dari dirinya.
Ini bukan lagi tentang ‘mungkin cuma perasaan’ tapi, semuanya memang terasa nyata. Terasa nyata bedanya.
Mayra mungkin terlihat baik baik saja, di depan Haera, di depan Jaemin. Namun jauh didalam lubuk hatinya iya mencoba untuk tetap bertahan.
Tetap bertahan dalam hubungan ini.
Mayra enggan, enggan untuk mengakhirinya. Seperti yang sudah dikatakan, ia tidak main main dengan hubungan ini. Ia ingin semuanya dibicarakan, namun, bagaimana jika hanya satu sisi yang berjuang menahan ikatan sedangkan sisi lain lebih memilih melonggarkan ikatan itu?
Sejak pulang kuliah tadi, Mayra memilih untuk menenangkan pikirannya di taman kesukaannya, ah ralat, taman kesukaannya dan juga Jaemin.
Sampai akhirnya netranya melihat seseorang yang sangat ia kenal. Sedang bercengkrama dengan mimik wajah bahagia bersama seorang perempuan di sebelahnya. Dan,
Bagaimana perlakuan sang lelaki yang begitu lembut mengusak pucuk kepala si perempuan.
Dengan memberanikan diri, Mayra mencoba melangkah, mendekati kedua manusia yang sedang merasa dunia milik berdua.
Hingga akhirnya....
“Aku udah bilang kan Jaem, kalau bosen bilang, jangan kayak gini.”
Sontak si lelaki yang ternyata Jaemin itu berdiri dari tempat duduknya.
“May....aku...”
“Kamu mau jelasin? Jelasin apa lagi? Udah ya. Semuanya berakhir disini. Aku kira sikap kamu akhir akhir ini sesuai dengan apa yang kamu ucap di telfon, kamu berubah karena mungkin perasaan aku aja. Tapi kenyataannya engga gitu ya?”
Jaemin melangkahkan kakinya mendekati Mayra, namun Mayra memundurkan langkahnya.
“May....”
“Harusnya bilang, biar aku ga bertahan selama ini. Biar aku ga nunggu.....hal yang sia sia.”
“Makasih Jaemin atas 4 tahunnya yang berharga, kamu harus tau, kalau aku sayang sama kamu. Tapi mungkin takdir, tidak mengizinkan kita untuk bersama. Kisah kita berakhir, cukup kan sampai disini. Mari menutup buku dan......aku biarkan kamu membuka buku baru dan memulai lembaran baru dengan....dia. Aku pamit.”
-fin-