M E R A W A T
Karina sudah berada tepat di depan pintu rumah Lucas, ia sudah mengetuk pintu rumah itu beberapa kali, namun belum juga ada jawaban.
Hingg akhirnya, pintu rumah itu terbuka.
“Siapa——KAYIN?!” Lucas yang membuka pintu dengan pakaian seadanya, kaos dan training serta rambut acak acakan.
Karina melihat, di sudut bibir Lucas terdapat luka yang sudah mengering, dan pipinya lebam. Karina hanya menghela nafas panjang.
“Aku boleh masuk ga?” Tanya Karina dan Lucas mengangguk lalu buru buru menyingkir untuk memberi jalan, Karina masuk ke dalam rumah Lucas dan duduk di kursi ruang tamu.
“Yin, kamu kesini sama siapa? Kamu tau rumah aku dari siapa?” Tanya Lucas seraya berjalan dan duduk di samping Karina.
Karina tidak menjawab, yang ada ia membuka kantong plastik berisi obat obatan, dan mulai mengeluarkan satu persatu.
Karina berbalik dan menghadap ke arah Lucas, ia memposisikan duduknya menjadi lebih dekat, agar lebih mudah memakaikan obat di lukanya. Lucas hanya terdiam dan menatap Karina yang sedang sibuk menyiapkan segalanya.
Karina mengeluarkan salep dan memakaikannya dengan pelan kepada Lucas. Posisi mereka sekarang sangat dekat, bahkan Karina bisa merasakan hembusan nafas dari Lucas. Sedangkan Lucas, tidak sekalipun mengalihkan pandangannya selain mata Karina.
“Kalau ada luka tuh harus cepet cepet diobatin, biar cepet kering terus nanti ga infeksi, Cas.”
“Ini yang di pipi udah di kompres belum?”
Lucas menggeleng.
“Yaudah abis ini dikompres biar cepet sembuh. Ada es batu ga?”
Lucas mengangguk.
Karina selesai memberikan salep dan kembali ke posisi semula.
“Es batunya dimana?” Tanya Karina.
“Ada di dapur.”
“Aku boleh ke dapur?”
“Boleh. Ada bibi nanti tanya aja.”
“Orang tua kamu kemana?”
“Pada kerja.”
Karina mengangguk, lalu ia berdiri dan ketika akan melangkahkan kakinya, tangannya ditahan oleh Lucas.
“Kenapa?” Tanya Karina sambil berbalik ke aeah Lucas.
“Disini dulu sebentar.”
“Kan mau diobatin dulu.”
“Nanti aja. Sini duduk lagi.”
Karina menurut dan memilih duduk kembali. Lucas memegang tangan Karina lalu menautkan jari jemari mereka.
“Kamu....udah ga marah?” Tanya Lucas hati hati.
“Aku ga marah, aku cuma kesel aja. Aku tuh khawatir Cas, makanya aku kayak gitu. Maaf ya, aku malem ga bisa tidur mikirin kamu kemana, udah pulang apa belum. Kalau udah pulang, kenapa ga ngabarin, apa dijalan.....ya pokoknya aku khawatir.”
“Maaf.”
“Apalagi tadi Dejun kasih tau kamu ternyata luka.”
Lucas yang awalnya menunduk langsung menoleh ke arah Karina.
“Dejun?”
Karina mengangguk, “Iya. Dejun yang kasih tau kamu luka, katanya kamu sama Dejun berantem? Jujur tadi aku kaget banget. Makanya tadi Dejun langsung anterin aku kesini.”
Lucas memilih diam dan tidak menjawab.
“Jangan gitu lagi ya. Kalau ada apa apa itu bilang, biar aku ga khawatir, ini juga kamu kalau luka bilang, jangan sampe aku taunya dari orang lain. Aku itu pacar kamu Cas, udah sebaiknya kan aku tau?”
Lucas menarik badan Karina dan memeluknya erat, meletakkan dagunya di pundak Karina.
“Maaf, maafin aku. Aku ga tau mau bilang apa lagi selain maaf.”
“Iya Lucas, jangan kayak gitu lagi ya?”
Lucas mengangguk di dalam pelukannya, “Iya sayang.”
“Sama.....aku ga tau kamu berantem apa sama Dejun, tapi selesein ya, ga baik lama lama.”
Lucas hanya mengangguk dan terus memeluk Karina.
“Aku beliin kamu sarapan, sarapan dulu yuk.”
“Suapin ya?”
“Ish udah gede. Manja banget sih kamu.”
“Hehehehe.”