K E P U T U S A N
“Mau ke kantin?” Tanya Allysa setelah kelas mereka selesai.
“Boleh. Sekalian mau ngerjain lpj deh gue dikit dikit biar nanti ga keteteran pas udah harus dikumpul.”
Ketika Karina dan Allysa akan bersiap keluar, Lucas sudah terlebih dulu masuk ke dalam kelas.
“Kay.”
“Mau apa lagi lo?” Ini Allysa yang jawab.
“Sebentar ya? Ayo bicarain semuanya.”
Allysa melirik ke arah Karina sebentar, lalu dijawab dengan anggukan oleh Karina. Bagaimana pun ini harus dibicarakan, kan?
“Gue tunggu di luar ya Yin. Kalau ada apa apa teriak aja.”
Allysa keluar dari kelas meninggalkan Lucas dan Karina berdua. “Gue ga ada waktu banyak Cas.”
“Aku, Kay, bukan gue.”
“Ck jadi ga? Kalau engga, gue keluar mau ke kantin.”
“Jadi, sebentar. Ayo duduk dulu biar enak ngobrolnya.”
Karina menurut dan mereka berdua duduk, berhadapan. Lucas yang memutar kursi agar bisa menghadap Karina.
Lucas menarik nafas panjang sebelum mulai berbicara, “Kay....”
“Maaf. Aku bener bener minta maaf. Iya aku salah karena aku, sama temen temen udah jadiin kamu bahan taruhan. Aku emang brengsek udah mainin perasaan kamu. Iya, awalnya aku emang deketin kamu karena biar menang taruhan itu. Aku berambisi. Aku juga sama kayak kamu Kay, diselingkuhin, itu yang bikin aku udah ga mau peduli sama yang namanya perasaan. Itu kenapa aku juga setuju buat ikut ikutan taruhan ini, cuma sekedar main main doang, dan aku bisa dapetin apa yang aku mau.”
“Dan aku tau, aku udah jahat berpikiran kayak gitu. Tapi Kay, jujur, makin lama, perasaan aku jatuh sama kamu. Walau aku masih sering denial. Kalau kamu ga percaya, tanya aja sama temen temenku. Sekarang, perasaan aku bener bener jatuh ke kamu, aku sayang sama kamu, banget. Makanya aku ga mau kita putus.”
Lucas menundukkan kepalanya dan Karina hanya menatap Lucas tanpa ada niatan memotong ucapan Lucas.
Giliran Karina yang sekarang menghela nafas.
“Lucas, kamu tau ga keinginan aku itu apa? Simple, aku cuma pengen dicintai dan mencintai dengan tulus. Tapi kenapa keinginan sederhana aku itu cuma seperti mimpi doang? Yang ga bisa aku gapai dan aku dapatkan.”
“Bisa Kay, bisa. Aku yang bakal wujudin itu semua.”
“Cas, jujur, aku sayang sama kamu, tapi rasa kecewa aku lebih besar. Kamu tau gimana rasanya mencoba pulih dari rasa trauma? Dan ternyata aku harus kembali terluka karena trauma itu? Kayaknya aku terlalu berharap besar ya? Berharap besar ke kamu, kalau kamu yang bisa sembuhin trauma aku.”
Lucas tetap dengan kepalanya yang menunduk itu lalu menggeleng kepalanya kuat kuat.
“Lucas, kita butuh waktu. Masing masing dari kita butuh waktu untuk nerima ini semua. Aku minta putus karena aku tau kita berdua harus saling intropeksi diri, baik aku maupun kamu. Kalau emang udah takdirnya, kita bisa kembali dengan versi yang lebih baik?”
Bohong kalau Karina bisa sekuat itu mengucapkan kata putus di hadapan Lucas, nyatanya, tangannya sedang bergetar dan ia menahan tangis. Karina hanya tidak ingin terlihat begitu lemah di depan Lucas.
Berbanding terbalik dengan Lucas, ketika Karina selesai berbicara, ia mengangkat kepalanya yang sedari tadi ia tundukkan, tepat ketika itu air matanya turun tanpa bisa ditahan. Lucas menangis.
“Kay...”
Karina berdiri dari tempat duduknya.
“Lucas, aku harap kamu mengerti ya? Ini demi kebaikan kita berdua. Perbincangan kita udah selesai kan? Aku pamit.”
Karina melangkahkan kakinya menuju keluar dari kelas.
“Kay tunggu.”
Karina menghentikan langkahnya, tanpa berbalik ke arah Lucas, ia berdiam diri tepat di depan pintu.
“Aku minta maaf, mungkin iya ini yang terbaik buat kita berdua. Tapi aku mohon, jangan larang aku untuk berjuang, berjuang untuk mendapatkan kamu kembali.”
Setelah mendengar itu, Karina memilih untuk keluar, keluar dari ruang kelas yang membuatnya sesak.
Meninggalkan Lucas yang masih bergelut dengan penyesalannya.
Andai saja ia tau, ada yang remuk tak terkira ketika kita yang sudah sedekat ini tiba-tiba menjadi asing kemudian -najwa