M A A F — H E N D E R Y

Hendery keluar dari kamar mandi dan melihat Karina yang sedang menutup matanya.

“Karin? hm...lo mau makan? gue kayaknya mau nyari makan hehe laper.”

Karina membuka matanya dan melihat ke arah Hendery yang berada tidak jauh dari tempat tidurnya. Dengan perlahan, Karina bangun ingin menegakkan tubuhnya.

“Eh eh tiduran aja jangan dulu bangun, badan lo belum fit.”

“Pegel tapinya.”

“Yaudah tiduran, biar gue naikin ranjangnya.”

Hendery meraih remote yang ada di bawah ranjang, lalu menekannya agar ranjang tersebut naik, sehingga posisi Karina sekarang menjadi duduk.

“Lo kalau mau pulang, pulang aja Der, gue ga apa apa.”

“Yakali gue ninggalin lo sendiri, tenang aja gue temenin.”

Hendery berjalan ke arah sofa namun mengurungkan niatnya karena panggilan Karina.

“Duduk sini Der.” Karina menunjuk kursi yang berada di dekatnya, Hendery menurut dan segera berjalan ke arah kursi yang dituju. Ia duduk dengan kondisi canggung. Sumpah, ini suasana tercanggung yang pernah Hendery alami.

Ini gara gara soal taruhan, yang membuat Hendery menjadi canggung sendiri, padahal dia bukan tipe orang yang seperti itu.

Hendery menunduk sambil memainkan jemarinya, “Makasih ya, Der?” ucapan Karina barusan membuat Hendery mengangkat kepalanya. Ia mengangguk perlahan.

“Lo kecapean Rin kata dokternya. Jangan keseringan begadang, makan juga teratur, tadi dokternya udah kasih resep vitamin, nanti diminum ya?”

“Iya.”

lalu kemudian hening kembali. Sibuk dengan pikiran masing masing.

*“Hm....Rin.” panggil Hendery.

“Kenapa?” Karina memperhatikan wajah Hendery yang terlihat gelisah. “Ada yang mau lo omongin? ngomong aja Der.”

“Gue...minta maaf.”

Karina memilih diam, mendengarkan apa lagi yang akan dibicarakan oleh pria di depannya.

“Gue ngaku gue salah, dari waktu itu gue pengen ngomong secara langsung, cuma ya....gue belum berani. gue bingung harus bilang kayak gimana lagi. gue ga akan ngasih lo alasan, gue ga akan nyari pembenaran, karena disini gue ngaku, gue salah. gue ga mikir dengan ngelakuin ini akan berdampak buat lo. gue juga sadar, lo ga akan bisa nerima permintaan maaf gue langsung.”

“Gue udah maafin lo Der.”

*“Kok.....bisa?” *

“Ya emang gitu kan? maksudnya Tuhan aja penerima maaf hambanya, masa gue yang cuma manusia biasa ga maafin kesalahan orang, sombong banget ga sih kesannya? hahah. dan iya dampaknya emang masih kerasa sampe sekarang, gue kayak ngerasa susah buat percaya sama cowo lagi. mungkin butuh waktu ya?”

Hendery tertegun dengan jawaban Karina.

“Jawaban lo bikin gue makin bersalah, lo orang baik tapi gue dengan tidak tahu dirinya malah berlaku jahat sama lo.”

“Der, setiap orang pasti melakukan kesalahan. ga ada yang sempurna. gue juga ga sebaik itu kok.”

Hendery memilih memandangi wajah perempuan di depannya itu.

“Liatinnya biasa aja Der, tau tau lo naksir gue.”

Hendery tergelak mendengar ucapan Karina, spontan ia tertawa.

“Ga akan lah gue naksir lo bisa bisa ditonjok Lucas.”

Karina tertawa mendengar ucapan Hendery.

“Oh iya Rin, ngomong ngomong tentang Lucas. gue emang temennya, tapi....duh gimana ya? maksudnya gue ngomong gini karena ngeliat sikapnya ya bukan karena dia temen gue terus gue bela. bukan. Lucas tulus sama lo Rin, perasaannya tulus. dia juga sering banget nyesel sama ngerasa bersalah sama kejadian ini. jujur, gue juga udah lama ga liat Lucas sekacau ini gara gara cewek. kalau dia udah gini, tandanya dia sayang beneran sama lo.”

Karina memilih mengalihkan pandangannya kemanapun, asal tidak melihat wajah Hendery.

“gue tau gue emang ga tau malu, tapi gue cuma mau ngomong, setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua Rin, begitupun Lucas. kesalahannya emang besar, tapi, bisa kan lo kasih lagi kesempatan kedua buat Lucas?”