Datang
[Wisnu’s pov]
Dengan setelan jas hitam, beserta sepatunya, gue sudah melangkah memasuki ballroom Hotel Manggal. Iya bener, ini hotel punya gue juga.
Ralat, punya bokap gue maksudnya.
Keadaan ballroom belum begitu ramai. Gue emang datang sebelum waktu dimulainya acara. Gue cuma pengen liat podium yang nanti gue pake buat pidato.
Tempatnya bener bener dibikin tengah banget, yang artinya semua pandangan tertuju sama lo. Jujur, gue ga suka kalau harus jadi pusat perhatian. Tapi ya mau gimana lagi kan?
Selagi gue anteng liatin itu si tempat podium, bahu kanan gue ditepuk.
Gue ngelirik dan ternyata Pak Bara, sekretaris pribadi papa gue.
“Halo Wisnu, lama ga ketemu?” ucapnya.
Gue tersenyum mengangguk, “Iya pak, Pak Bara gimana kabarnya? istri bapak? anak anak bapak?”
Pak Bara terkekeh mendengar runtutan pertanyaan gue, “Satu satu bisa kok, Nu, bapak ga kemana mana. Alhamdulillah semua baik, begitupun bapak.”
Gue lagi lagi mengangguk, lalu kembali memperhatikan podium.
“Ini pertama kalinya?” tanya Pak Bara.
“Maksudnya?”
“Pidato disana. Pertama kalinya kan?”
Gue menghela nafas, “Iya.”
Pak Bara kembali menepuk bahu gue namun diiringi dengan usapan lembut, “Ga apa apa, semuanya akan baik baik aja Wisnu. Berat ya? Tapi tahan sedikit lagi ya?”
Pak Bara, gue lebih deket sama beliau dibanding papa sendiri. Dulu gue suka diantar jemput sama Pak Bara, karena orang tua gue sibuk. Alhasil gue lebih sering cerita sama beliau, dan gue juga ngerasa, Pak Bara lebih mengerti gue dibanding orang tua gue sendiri.
“Bapak kesana dulu ya? tamu udah mulai datang.”
Pak Bara berlalu dan pergi ke arah pintu masuk.
“Selamat malam para hadirin dan tamu undangan yang telah hadir. Sebelumnya, saya ingin mengucapkan terima kasih atas waktu yang anda semua luangkan untuk bisa datang ke acara ini. Saya sangat menghormatinya. Perkenalkan, saya Wisnu Manggala.”
Semua tamu bertepuk tangan setelah gue mengucapkan pembukaan pidato ini.
“Ini pertama kalinya bagi saya unuk berdiri disini dan menyampaikan sepatah dua patah kata di depan banyak orang. Manggala, kembali mendapatkan penghargaan terbaik pada tahun ini, dan itu menjadi kebanggaan bagi kita semua. Karena kalian tahu apa artinya? itu artinya perusahaan kami, memiliki kualitas yang sangat baik, perusahaan kami bisa menjadi benchmark untuk perusahaan diluar sana, dan itu hal yang sangat baik bukan?”
“Tapi itu semua tidak terlepas dari para kinerja pegawai kami, para stakeholders kami, terima kasih atas kerja keras kalian dan pengabdian kalian terhadap perusahaan ini.”
“Mungkin disini saya tidak akan banyak berbicara, intinya saya merasa bangga dengan pencapaian Manggal, dan saya harap, pencapaian tersebut akan terus bertambah seiring berkembangnya waktu. Dan tujuan untuk menjadi perusahaan berskala internasional dapat tercapai. Terima kasih.”
Gue turun dengan riuh tepuk tangan dari para tamu undangan. Begitupun ketika gue berjalan, banyak orang yang tiba tiba mendekat ke gue, menjabat tangan gue, bahkan ada yang tiba tiba meluk gue? Oh wow bahkan kita ga kenal satu sama lain, kenapa sih harus nyosor gitu?
Gue cuma membalas dengan anggukan dan senyuman, lalu berjalan ke arah dimana papa sama mama gue berdiri, mereka sedang berbincang dengan sepasang suami istri yang entah siapa gue ga tau.
“Eh sayang udah selesai ya? sini.”
Beginilah topeng yang dipake mama gue di hadapan orang lain.
“Ini anak saya, Wisnu, anak pertama, calon penerus Manggala. Tampan kan dia?” Yang ditanya mengangguk setuju dan tertawa.
“Bisa sepertinya kita besanan Pak.” ucap si suami.
Apa apaan nih? perjodohan? tolong lah hidup gue udah diatur dari sejak lahir, bagian ini gue mau milih sendiri.
“Wah masalah itu biarkan anak saya aja yang memilih hahah saya ga bisa memaksa.” balas mama gue.
“Tapi kalau kenalan ga apa apa sih Pak, Bu. Ya siapa tau kan?” ini papa gue yang jawab.
Gue cuma tersenyum kecut mendengar jawaban mereka.
“Maaf memotong, saya ada keperluan lain jadi harus undur diri terlebih dahulu.” ucap gue.
Mama sama papa gue wajahnya udah super kaget, mereka ga nyangka aja mungkin gue bakal pulang secepat ini.
“Acaranya bahkan belum masuk ke inti nak, kok udah mau pulang?” ucap mama.
“Banyak tugas. Kalau gitu, saya permisi om, tante, duluan ya.”
Gue langsung pergi dari hadapan mereka, tidak mempedulikan wajah masam mama. Gue cuma muak dan lelah aja dengan segala perdramaan yang mereka lalukan.