Bertemu
[Author’s pov]
Yasa membuka kunci mobil, dan saat ia akan masuk, tiba tiba ada suara yang cukup keras memanggilnya.
“YASA!”
Yasa menolehkan pandangannya ke arah sumber suara. Seorang laki laki menekuk lututnya, tampak sekali ia kelelahan karena wajahnya yang bercucuran keringat.
“KAK HENDRY?!”
Yasa segera membuka pintu mobilnya, mengambil botol minum yang selalu ia bawa jika akan bepergian, lalu setelahnya ia berlari menghampir Hendry yang masih mengatur nafasnya.
“Kak Hendry! Kak Hendry! ini minum dulu.”
Hendry mengambil botol minum itu dan meneguknya dengan cepat.
“Kak Hendry ... telat ga?” tanyanya seraya menutu kembali botol minum di tangannya. Yasa tersenyum sambil menggeleng cepat, “Engga, Kak Hendry ga telat sama sekali.”
“Maaf ya. Kak Hendry tadi ada urusan dulu, makanya baru bisa dateng jam segini.”
“Iya kak ga apa apa. Ayok ke mobil kak.”
Hendry mengangguk atas ajakan Yasa, dan keduanya berjalan beriringan menuju mobil yang masih terparkir.
Yasa memajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, sekarang mereka berada di tol arah ke Bandung.
Sejak tadi masuk mobil hingga sekarang Yasa tidak hentinya bercerita kesehariannya selama ini.
“Kamar kakak kakak suka Yasa beresin, tapi Yasa ga berani megang barangnya. Jadi, Yasa cuma nyapuin aja.”
“Yasa kalau makan lebih sering delivery kak, soalnya ga bisa masak. Jadi gas di rumah awet hehe.”
“Kerjaan Yasa kemarin kemarin cuma rebahan di kamar.”
Dan banyak cerita cerita Yasa yang lain yang ditanggapi oleh Hendry dengan tertawa atau senyuman. Yasa benar benar senang hari ini, ia bersyukur. Walau yang bisa menyempatkan datang hanya Hendry, tapi ia tetap bersyukur.
“Yasa seneng deh bisa ketemu Kak Hendry lagi.”
“Kenapa emang?”
“Yasa kira, kita ga akan pernah ketemu lagi, Kak. Makasih ya Kak udah sempetin dateng ke hari sidangnya Yasa. Makasih udah bela belain dateng, Yasa kira .... ga akan ada yang dateng.”
Di bagian akhir, suara Yasa mengecil. Matanya sudah berkaca kaca karena terharu.
“Sama sama Yasa. Maaf ya kalau kita semua udah jarang ramein grup. Bahkan udah sering telat bales. Tapi kita ga akan pernah lupain Yasa, kita cuma sibuk sama tuntutan yang ada. Makasih juga, karena Yasa udah berjuang dengan baik.”
Yasa mengangguk dan sambil menghentikan mobilnya, macet.
“Yasa paham Kak. Sebentar lagi kan Yasa udah masuk ke dunia yang sebenarnya haha.”
Lalu perjalanan mereka diisi dengan obrolan obrolan ringan lainnya. Entah itu tentang kuliah Hendry yang akan segera dimulai, atau nasehat Hendry kepada Yasa setelah wisuda nanti, dan lain sebagainya.
“Pesen yang ini juga Yas. Sama ini nih, eh tambah ini juga. Minumnya ini aja apa tuh jus, iya jus, biar sehat.”
Hendry terus menunjuk menu menu yang menurutnya harus dipesan oleh Yasa. Sedangkan Yasa hanya mengangguk menurut.
“Bentar tapi Kak .... apa ga kebanyakan? ini buat Yasa doang? apa berdua sama Kak Hendry.”
“Buat Yasa doang biar sehat. Kalau ga habis baru dibantuin makannya sama Kak Hendry.” Akhirnya setelah disebutkan seperti itu Yasa mengangguk.
Mereka sedang berada di salah satu resto di Kota Bandung, Yasa juga sudah mengganti bajunya karena sebelumnya ia menggunakan kemeja dan jas almamater.
Ketika pesanan mereka datang, mereka sendiri terkejut dengan banyaknya pesanan yang mereka pesan. Ada 7 menu makanan di atas meja hanya untuk mereka berdua, belum lagi dengan minumnya. Ditambah, satu porsi makanan yang disediakan cukup banyak.
“Banyak banget ...” ucap Yasa pelan, sedangkan Hendry hanya bisa meneguk ludahnya kasar.
Setelah mengucapkan terima kasih kepada pramusaji, Hendry dan juga Yasa terdiam. Bingung memilih menu mana yang akan mereka makan terlebih dahulu.
“Makan aja Yas, ga usah diliatin, ga akan ngegigit.”
Yasa tersenyum sampai menampakkan giginya, “bingung Kak mau makan yang mana.”
Pada akhirnya Yasa mengambil pizza di depannya dan Hendry mencoba mencicip spaghetti pesanannya.
“Yas foto yuk. amanat dari kakak kakak katanya kalau ketemu harus foto bareng.” Hampir saja Yasa tersedak karena ucapan Hendry.
“Buat apaan Kak?”
“Buat bukti kalau Kak Hendry emang dateng. udah lah ayo foto.”
Hendry yang awalnya duduk berhadapan dengan Yasa, menggeser kursinya menjadi berada di samping Yasa.
Hendry memanggil salah satu pramusaji yang sedang diam tidak ada pekerjaan, ia meminta tolong untuk memfotokan dirinya dan juga Yasa. Yasa memilih berpose dengan pizza di tangannya, sedangkan Hendry memilih berpose sedang minum minumannya.
Setelah selesai mereka kembali melanjutkan acara makan yang sempat tertunda, sampai akhiranya, perut mereka kekenyangan karena makan terlalu banyak.
“Ini rumah Kak Hendry?” tanya Yasa ketika mobilnya tepat berada di sebuah rumah minimalis modern. Hendry tidak menjawab, yang ia lakukan malah mengerutkan keningnya. Yasa yang sejak tadi memperhatikan rumah yang tampak sepi itu, mengalihkan pandangannya ke arah Hendry.
“Kak?” panggilnya.
“Bentar Yas ...” jawab Hendry, masih dengan kening yang berkerut.
Yasa yang tidak tahu apa apa jadi ikut mengerutkan keningnya.
“ALLAHU AKBAR!” teriak Hendry yang membuat Yasa terlonjak kaget.
“Kenapa Kak? Kakak ga apa apa? kesurupan ga?” anaknya malah nanya kesurupan apa engga.
Hendry menatap Yasa dengan mata sendu, yang pastinya makin membuat Yasa bingung. Kenapa dengan Hendry.
“Yas .... Kakak lupa .... ternyata tadi pas Kakak ke kampus ngurusin berkas, Kakak bawa mobil, dan sekarang mobil kakak ketinggalan di parkiran kampusnya.”
Sekarang giliran Yasa yang mengucapkan takbir.